Virus African Swine Fever (ASF) atau flu-demam babi Afrika kembali menyerang 185 ternak babi di Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT.
![]() |
Babi mengalami gejala terserang virus ASF. |
SIANAKAREN.COM -- Virus African Swine Fever (ASF) atau flu-demam babi Afrika kembali menyerang 185 ternak babi di Kabupaten Nagekeo, Provinsi NTT.
Jumlah tersebut dihitung hingga April 2024, setelah tahun lalu virus ASF merenggut lebih dari 5.000 babi di kabupaten berjulukan "The Heart of Flores" tersebut.
Baca juga: Video Mesum Pegawai Bank NTT Viral, Polisi Ciduk Tukang Servis HP
Kondisi ekonomi masyarakat yang baru mulai pulih setelah diterpa wabah pandemi Covid-19 sejak tahun 2020 kini semakin sulit lantaran ternak babi merupakan satu-satunya sumber penghasilan yang menopang aktivitas ekonomi masyarakat bawah.
Ketika ribuan babi mati tahun lalu, yang diikuti virus antraks yang menyerang sapi, hampir nihil penghasilan masyarakat.
Belum lagi, masyarakat juga dilanda wabah yang menimbulkan kematian ribuan ayam sehingga menambah sulitnya ekonomi masyarakat. Suntikan dana dari pemerintah belum muncul yang membuat aktivitas ekonomi masyarakat lesu di musim hujan.
Baca juga: Pro-Kontra Umat Katolik tentang Kesaksian Romo Magnis di MK
Sebaran Kematian Babi di Nagekeo
Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Nagekeo Klementina Dawo mengatakan bahwa ratusan babi yang mati tersebar di dua kecamatan, yaitu di Kecamatan Aesesa dan Kecamatan Boawae. Dua wilayah ini merupakan wilayah terbesar di Nagekeo.
"Sampai saat ini yang saya sudah dapat data dengan pemiliknya 165 ekor di Aeramo, Nangadhero 16 ekor, dan Boawae empat ekor," katanya dikutip Detik, Selasa (9/4).
Dia menjelaskan bahwa babi yang mati dengan gejala ASF itu tercatat sejak akhir Februari 2024 hingga hingga 7 April 2024.
Virus ASF mula-mula menyerang ratusan ternak babi di Boawae, kemudian virusnya menyebar ke wilayah utara Nagekeo di Kecamatan Aesesa.
Pasar Boawae dan Pasar Mbay pun telah tutup sejak awal pekan ini sebagai upaya pencegahan transmisi virus ASF lebih luas.
"Di Boawae sejak akhir Februari dan sampai saat ini belum ada yang terkonfirmasi kena ASF. Hanya empat ekor di saat awal, sedangkan di Aesesa di Aeramo Timur sejak 24 Maret 2024 dan sampai saat ini masih ada babi yang mati akibat ASF," ujar Klementina.
Dia menguraikan bahwa gejala umum yang terjadi pada babi yang mati antara lain demam tinggi hingga pendarahan pada kulit dan organ tubuh lainnya serta kehilangan nafsu makan lalu diikuti diare dan muntah. Gejala tersebut merupakan gejala khas virus ASF.
Dalam rangka mencegah penyebaran virus ASF, Dinas Peternakan Nagekeo mengimbau masyarakat terdampak tidak membuang sembarangan babi-babi mati.
Menurut Klementina, hal itu berpotensi menyebabkan penyebaran ASF makin meluas hingga seantero Nagekeo. Sebab, lalat yang hinggap pada bangkai babi itu bisa menjangkiti ASF ke babi yang sehat.
Tidak hanya melalui lalat, penularan wabah ASF juga bisa melalui anjing yang memakan bangkai babi tertular ASF itu. Klementina mendorong peternak untuk menguburkan bangkai babi yang mati dengan gejala ASF.
"Salah satu vektor penyebab (penularan ASF) lalat, anjing. Misalnya anjing gigit bangkai terus gigit lagi babi," tandasnya.
Tahun lalu, program kemitraan pembangunan Australia-Indonesia menyebutkan 500.000 ternak babi di Provinsi NTT mati karena paparan virus AASF saat pertama kali mewabah di daerah itu pada 2020 sehingga berdampak kerugian ekonomi bagi peternak.
Pemerintah NTT perlu terus melakukan upaya pemulihan sektor peternakan babi di NTT karena ini merupakan daerah dengan populasi ternak babi terbesar di Indonesia.*
COMMENTS