Generasi milenial tak hanya menonjol pada kecakapannya dalam teknologi, keterbukaan terhadap perubahan, tapi juga bisa berakibat pada kemalasan.
![]() |
| Ilustrasi generasi milenial. |
SIANAKAREN.COM -- Sejak awal tahun 2000, minat studi terhadap generasi milenial telah menyebar luas, khususnya antara pemasar dan pengusaha. Perusahaan sangat ingin memasuki pasar baru yang terdiri dari konsumen yang lebih muda, sementara pengusaha tertarik untuk menarik dan mempertahankan generasi pekerja berikutnya ketika generasi sebelumnya keluar dari angkatan kerja.
Secara sosial ekonomi, milenial dibesarkan dalam lingkungan kelas menengah dan memiliki tingkat pasca-sekolah menengah yang lebih tinggi daripada generasi sebelumnya. Kaum perempuan dari generasi ini sudah mulai berpartisipasi dalam angkatan kerja.
Karena itu, mereka lebih cenderung mempertanyakan segalanya, memiliki harapan yang lebih tinggi, tetapi mengalami kesulitan dalam memenuhi tujuan karir (Ng and Johnson, 2015:121-123).
Batasan definisi untuk generasi milenial memang agak problematik. Namun pertama-tama peneliti perlu memaparkan pemahaman tentang apa itu generasi.
Generasi adalah kelompok yang dapat diidentifikasi berdasarkan tahun kelahiran, usia, lokasi, dan peristiwa penting yang menciptakan kepribadian mereka. Suatu generasi dapat dikembangkan oleh peristiwa kehidupan yang signifikan seperti perang, teknologi baru, atau transisi ekonomi. Peristiwa-peristiwa ini membentuk kepribadian, nilai-nilai, dan harapan (Smith dan Nichols, 2015:39).
Generasi dapat merujuk pada generasi keluarga atau generasi sosial, yaitu, sekelompok orang yang lahir di tempat dan waktu yang sama.
Dalam konsep sosiologis, satu generasi dipikirkan terdiri dari strata yang dilahirkan dalam waktu yang terbatas dan yang berbagi tidak hanya tanggal lahir yang sama tetapi juga pengalaman sosial budaya yang serupa.
Mannheim (1952) mengidentifikasi tiga tahap pembentukan generasi. Premis pertama untuk pembentukan generasi adalah keanggotaan kelompok umur yang sama. Sebagai tambahan, ada beberapa faktor sosial dan budaya yang membuat banyak orang dalam kelompok umur itu memiliki kesamaan. Mannheim menyadari bahwa tiap generasi memiliki pengalaman kunci tertentu yang dapat membagi kelompok generasi (Pyöriä, 2017:2).
Untuk generasi milenial, para sarjana umumnya sepakat mengelompokkan dengan membuat beberapa periodisasi waktu. Menurut Rouse (2019), istilah millenial biasanya dianggap berlaku untuk individu yang mencapai usia dewasa sekitar pergantian abad ke-21. Sementara itu, Foot mengelompokkan batasan generasi milenial menurut kelompok usia mereka yang lahir antara 1980-1995.
Definisi yang umumnya diterima diberikan Dimock, peneliti Pew Research Center (PRC). Dimock (2019) mengkategorikan generasi milenial sebagai kelompok demografis pasca-generasi X.
PRC pada tahun 2018 memutuskan untuk menggunakan “1996” sebagai tahun kelahiran terakhir bagi millenial.
Karenanya siapapun yang lahir antara 1981 dan 1996 dianggap sebagai seorang milenial, dan siapa pun yang lahir sejak 1997 dan seterusnya adalah bagian dari generasi baru.
Jadi, PRC mengelompokkan kategori demografi ke dalam lima tingkat waktu, yakni: generasi Silent (1928-1945), generasi Baby Boomers (1946-1964), generasi X (1965-1980), generasi Milenial (1981-1996), dan generasi Z (1997-2012).
Lancaster dan Stillman (2002) mengatakan, generasi milenial dikenal dengan sebutan generasi Y. Ungkapan ini mulai dipakai pada editorial koran besar AS pada Agustus 1993. Generasi ini banyak menggunakan teknologi komunikasi instan seperti email, SMS, instant messaging dan media sosial seperti Facebook dan Twitter, Instagram dan lain-lain, sehingga generasi Y adalah generasi yang tumbuh pada era internet booming (Hidayatullah, 2018:242).
Milenial sering disebut sebagai digital native (Prensky, 2001), di mana lebih melek literasi digital dalam menyebarkan informasi kepada khalayak, khususnya lewat media sosial.
Dalam hal preferensi politik, Siregar (2018) menyatakan kecenderungan pemilih milenial bersifat rasional dan secara sadar berpartisipasi dalam politik.
Demikian tampak dalam survei Alvara Research Center (ARC) 2020 yang menunjukkan bahwa milenial lebih banyak membicarakan topik-topik yang lebih serius, seperti sosial politik, ekonomi, budaya, dan agama, dibandingkan milenial muda dan generasi Z yang lebih suka membicarakan topik seputar musik atau film.
Secara umum, konsumsi internet penduduk kelompok usia milenial jauh lebih tinggi dibanding dengan kelompok penduduk yang usianya lebih tua (Putri, 2018:31). Survei ARC menemukan bahwa 88,4 persen milenial terkoneksi dengan internet. Ini berarti, generasi milenial sudah terpapar teknologi dan internet.
Namun Rouse (2019) mengatakan, di AS milenial memiliki kepercayaan paling rendah terhadap institusi-institusi. Mereka cenderung mendukung aktivitas politik independen dan pemerintah yang dibentuk oleh para demonstran.
Meskipun kaum milenial kurang memiliki kepercayaan terhadap lembaga-lembaga keagamaan, mereka yang memiliki keyakinan absolut terhadap keberadaan “allah” jumlahnya meningkat pesat.
Banyak pesan agama yang berbenturan dengan toleransi cita-cita milenial terkait perbedaan agama, ras, gender, dan orientasi seksual. Generasi milenial juga prihatin dengan keadilan sosial dan tidak akan mendukung lembaga yang mereka pandang bertentangan dengan kesetaraan sosial dan ekonomi.
Di Indonesia, survei CSIS (2017) cukup mengejutkan karena meski kelompok milenial dan non-milenial hampir setiap hari mengakses informasi melalui media daring, pengaruh generasi milenial dalam aspek politik dan ekonomi belum terlalu kuat. Penelitian ini memperlihatkan minat utama kelompok milenial pada olahraga, musik, dan menonton film.
Generasi ini sering mengalami putus hubungan dengan komunitasnya serta tidak berminat pada persoalan politik. Mereka juga memiliki tingkat kepercayaan yang rendah pada politisi serta sinis terhadap berbagai lembaga politik dan pemerintahan (Haste dan Hogan, 2006).
Namun dengan penetrasi internet dan akses kepada media digital yang kian tinggi, dan gerakan politik milenial juga menguat seiring kredibilitas informasi di media online, CSIS memprediksi kaum milenial berpotensi memiliki kekuatan politik di masa depan.
Sayangnya, penggunaan teknologi juga memberikan nilai negatif pada generasi milenial karena mereka berharap untuk memiliki segalanya secara instan. Dengan kecepatan internet yang menyediakan akses instan, generasi ini sekarang mengharapkan jawaban dan umpan balik instan (Smith dan Nichols, 2015:43).
Tidak berlebihan jika generasi ini suatu waktu disebut sebagai generasi malas karena digitalisasi telah begitu dominan dalam ruang kehidupan mereka.
Dalam sejarah di berbagai negara, generasi milenial cenderung dikelompokkan sebagai kelompok kelas menengah karena secara
ekonomi, kelompok ini sudah mapan, meski kelompok milenial yang lebih muda masih bergantung pada orangtua (Schiffmann dan Wisenblit, 2017:329).
Karenanya generasi milenial selalu menjadi motor perubahan terutama dalam aspek ekonomi dan perubahan sosial. Milenal memiliki kesadaran sosial tinggi pada tanggung jawab organisasi dan lebih suka pekerjaan yang bertanggung jawab secara sosial. Mereka juga lebih suka pekerjaan yang bermakna dan menantang yang berpotensi dapat memajukan karir mereka (Smith and Nichols, 2015:42).
Generasi milenial umumnya sudah memiliki daya beli yang cukup sehingga menjadi penggerak ekonomi dari sektor konsumsi, juga memiliki gaya hidup di atas kebanyakan orang. Kelas menengah ini juga memiliki ciri kaum terdidik, memiliki cukup bekal keilmuan, kritis dan terbuka mengutarakan opini terkait isu-isu sosial yang saat ini terfasilitasi oleh internet ( Pyöriä, et.al., 2017:1).
Di daerah perkotaan, ada tiga karakter utama milenial (Ali, 2016). Pertama, orang yang sangat percaya diri, berani mengemukakan pendapat, dan tidak sungkan-sungkan berdebat di depan publik.
Kedua, kreatif dan berpikir inovatif, kaya akan gagasan, serta mampu mengomunikasikan ide dan gagasan itu dengan cemerlang.
Ketiga, pribadi-pribadi yang pandai bersosialisasi terutama dalam komunitas yang mereka ikuti, aktif berselancar di media sosial dan internet.
Diperkirakan milenial mulai mengambil alih tempat kerja, dan teknologi yang lebih terintegrasi akan berada dalam proses kerja (Kaifi, et al., 2012).
Secara keseluruhan, ciri khas generasi milenial menonjol pada kecakapannya dalam teknologi, keterbukaan terhadap perubahan, orientasi pada pencapaian, dan kesadaran sosial yang tinggi, membentuk pola hidup dan kerja yang berbeda dari generasi sebelumnya serta menjadi penggerak inovasi dan perubahan sosial utama di era digital ini.*

COMMENTS