Polres Ngada menetapkan Frater Engelbertus Lowa Sada dalam status DPO terkait dugaan tindak pidana pencabulan terhadap siswa seminari Mataloko.
![]() |
Ilustrasi. |
SIANAKAREN.COM -- Kepolisian Resor Ngada menetapkan Frater Engelbertus Lowa Sada dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) terkait dugaan tindak pidana pencabulan terhadap siswa Seminari St. Yohanes Berkhmans Mataloko, Golewa, Ngada.
Penetapan DPO tersebut tertuang dalam Surat Daftar Pencarian Orang Nomor DPO/01/I/2014/Reskrim yang diterbitkan Polres Ngada tertanggal 21 Januari 2024.
Surat DPO tersebut beredar luas di media sosial, khususnya di Grup Facebook Ngada Bangkit.
Dalam surat penetapan itu, Polres Ngada meminta masyarakat untuk mengawasi, menangkap, menyerahkan, atau menginformasikan keberadaan tersangka kepada kepolisian Ngada.
![]() |
Surat penetapan DPO. |
Sebelum DPO, Frater yang pernah menjalani masa pastoral (TOP) di Seminari Mataloko tersebut terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) ayat (20 dan ayat (4), juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah ditetapkan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
Kejadian pencabulan disebutkan terjadi pertama kali dilakukan oleh Frater asal Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo itu pada Rabu, 10 Agustus 2022 dan terakhir terjadi pada September 2022.
Perlu diketahui bahwa larangan kejahatan seksual berupa perbuatan cabul terhadap anak diatur dalam Pasal 76E tersebut dikatakan sebagai berikut:
"Setiap orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”.
Sanksi bagi pelaku kejahatan seksual berupa perbuatan cabul terhadap anak dapat berupa sanksi pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Ketika pelaku pencabulan masih anak, maka proses hukumnya berbeda dengan orang dewasa, dimana proses hukumnya menggunakan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dimana beberapa substansi dari undang-undang tersebut diantaranya mengatur tentang hak-hak anak, mengatur tentang upaya diversi dengan pendekatan keadilan restoratif, kemudian mengatur juga tentang syarat dan ketentuan penahanan terhadap anak, untuk penjelasan tentang diversi, tentang syarat penahanan terhadap anak, dapat disaksikan pada video-video yang pernah saya upload sebelumnya.
COMMENTS