Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) St. Paulus Ruteng, NTT selenggarakan kompetisi literasi bahasa Inggris tingkat SMA/SMK bertemakan: “Golden Generation: Literacy and Digital World Elevation" selama tiga hari, yaitu dari 17-19 Mei 2018.
![]() |
Lanskap STKIP Ruteng. Foto: youtube.com |
Harian Kompas (8/5/2018) menurunkan berita utama perihal revitalisasi sumber daya manusia dari talenta-talenta birilian generasi muda Indonesia yang masih terpolarisasi, bahkan tidak dipakai secara efektif untuk kepentingan negara, tapi malah mengabdi di negara lain. Demi pembangunan nasional, pengelolaan sumber daya manusia itu menjadi kian penting.
Sejalan dengan itu, perguruan tinggi punya andil besar untuk turut mencetak lulusan terbaik.
Beberapa pekan yang lalu, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) St. Paulus Ruteng, NTT menyelenggarakan sebuah kompetisi literasi bahasa Inggris tingkat SMA/SMK bertemakan: “Golden Generation: Literacy and Digital World Elevation”. Kegiatan itu berlangsung selama tiga hari, yaitu sepanjang 17-19 Mei 2018.
Sebanyak 15 sekolah se-Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur) yang turut mengambil bagian dalam kegiatan yang sudah berjalan sejak 2013 itu.
Barangkali kegiatan ini menjadi ajang untuk menciptakan generasi muda cerdas yang melek literasi dan teknologi digital, yang kini begitu masif mendominasi kehidupan masyarakat.
Ketua Panitia kegiatan Yustus Sentus Halum, M. Pd. mengatakan, kegiatan dibuat pertama-tama bukan untuk mencari juara, tapi untuk mewadahi talenta anak didik kita. Dengan itu mereka tidak hanya menguasai ilmu, tapi yang penting adalah bagaimana mereka menerapkannya di masyarakat.
"Kehadiran pariwisata di Labuan Bajo, Manggarai Barat, mungkin menjadi tempat yang strategis mengeksplor kemampuan mereka untuk bersaing secara global. Karena itu, mereka mesti budayakan literasi dan cerdas menggunakan teknologi digital,” katanya.
Menurut lulusan Program Magister Bahasa Inggris Universitas Negeri Surabaya (2010) itu, meski sudah diadakan beberapa kali, tapi partisipasi sekolah-sekolah masih fluktuatif, yaitu berkisar di antara 12–15 sekolah saja. Naik-turunnya partisipasi sekolah tersebut, bukan hanya karena tidak mendapat akses informasi, tapi juga karena ketersediaan dan kesiapan sumber daya manusia.
Perbedaan kualitas dan fasilitas sekolah pun menjadi alasan minimnya keterlibatan sekolah. Hal itu dapat dilihat dari fakta bahwa hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang mengikutinya di tiap tahunnya. Selain satuan pendidikan, pemerintah pun mestinya membuka mata untuk mengelola sistem pendidikan yang baik dan terarah.
Adapun mata lomba yang diperebutkan, antara lain: debat, pidato, puisi, story teling, dan singing. Juara lomba debat dan singing direngkuh oleh SMK Sadar Wisata Ruteng, sementara juara lomba puisi, pidato dan story telling diboyong oleh SMAK St. Ignasius Loyola, Labuan Bajo.
Prilly, siswi kelas X asal SMK Sadar Wisata Ruteng, mengaku senang karena menjadi perwakilan sekolah dan berhasil memboyong piala untuk mata lomba debat. Gadis yang fasih berbahasa Inggris itu berkomitmen untuk meningkatkan kemampuan berbahasanya, agar setelah tamat sekolah bisa langsung bekerja.
“Selama di sekolah saya terus mengasah kemampuan berbahasa, sehingga kalau tamat saya bisa langsung kerja. Apalagi, daerah kita sudah menjadi kawasan strategis pariwisata nasional. Saya pikir peluangnya sangat terbuka,” katanya seusai kegiatan puncak, Sabtu (19/5).
COMMENTS