--> Jasa Besar Orang Flores dalam Berdirinya KOMPAS | Si Anak Aren

Jasa Besar Orang Flores dalam Berdirinya KOMPAS

Orang Flores memiliki kontribusi yang besar dalam pendirian KOMPAS pada tahun 1965. Selain peran Frans Seda, 5.000 tanda tangan masyarakat FLores membantu meloloskan akta pendirian perusahaan surat kabar terbesar Indonesia ini.

Logo Kompas.

Para tetua kita senantiasa berpesan kepada kita agar jangan pernah melupakan sejarah. Atau dalam terminologi Presiden Soekarno "Jasmerah", yang merupakan akronim dari "Jangan Pernah Melupakan Sejarah". Patah-patah kata ini kiranya merujuk pada idiom klasik yang pernah diungkapkan orator terkenal Romawi Cicero: "sejarah adalah guru kehidupan" (historia magistra viate est).

Hari ini, barangkali tidak relevan lagi kita menggali-gali artefak purba kemudian memperbincangkannya sebagai pengetahuan baru. Karena bagi banyak orang, masa lalu melulu merupakan "lubang hitam" yang mesti ditutupi.

Toh, tidak bagi sebagian orang, termasuk saya. Sebagai orang yang hidup di bawah matahari, saya selalu mengamini pendirian para fisuf, termasuk Vico: "sejarah adalah perulangan", atau yang pernah diungkapkan Nouval Harari: "tidak ada yang baru di dunia, selain produksi dan reproduksi material". Karenanya, apa yang terjadi pada masa lalu selalu memiliki keterhubungan setimpal dengan kesadaran kekinian.

Berlatar pemikiran inilah kali ini saya akan mendudukkan peta kekuatan dan kontribusi orang-orang Flores dalam berdirinya surat kabar kaliber Indonesia: Harian Kompas, pada tahun 1965. Karena konteks historis ini akan sangat menentukan perspektif khas dari orang-orang Flores tentang Kompas, sekaligus ada sejumput kebanggaan karena namanya terdaftar di antara deretan para pendiri.

Saat ini Harian Kompas telah melakukan diversifikasi produk ke dalam format digital, yakni Kompas.com (2011) dan terakhir Kompas.id (2018), tapi ada konteks kesejarahan panjang yang menyertai muasal surat kabar cetak berbau Katolik ini, yang bagi orang Flores mesti didalami.

Menelusuri jejak panjang sejarahnya pada 64 tahun lalu, Kompas sebenarnya menaruh hormat yang besar kepada orang-orang Flores. Betapa tidak, orang-orang Flores telah berjasa besar dalam pendirian koran cetak ini. Karena jika memang 5.000 tanda tangan orang Flores tidak tercantum dalam akta pendirian, yang sifatnya "conditio sine qua non", maka kita perlu menggaris ulang kesejarahan dan peradaban intelektual kita.

Kenyataan bahwa Kompas telah memberi pendasaran epistemologi terhadap cara kita belajar dan menilai. Dan Kompas mungkin tidak seperti sekarang yang hadir di depan mata kita.

Beberapa referensi terpercaya mencatat, pada tahun 1960-an, Presiden Soekarno mendesak Partai Katolik untuk mendirikan media cetak berbentuk surat kabar untuk mengimbangi kekuatan politik Kiri yang dimainkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Akhirnya direkrutlah beberapa wartawan Intisari, termasuk misalnya Petrus Kanisius Ojong, Jakoeb Oetama, dan J. Adisubrata (Blenzinky, 2010:2).

Soekarno.

Kemudian, beberapa tokoh Katolik itu mengadakan pertemuan bersama beberapa wakil petinggi Gereja dari Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI), Partai Katolik, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Pemuda Katolik dan Wanita Katolik RI (WKRI). Dalam pertemuan itu mereka sepakat mendirikan "Yayasan Bentara Rakyat".

Komposisi kepengurusan pertama dari Yayasan Bentara Rakyat adalah Ignatius Joseph Kasimo (Ketua Partai Katolik: 1945-1961) sebagai Ketua, Frans Seda sebagai Wakil Ketua, Franciscus Conradus Palaoensoeka sebagai penulis pertama, Jakob Oetama sebagai penulis kedua, dan PK Ojong sebagai bendahara. Yayasan inilah yang kemudian menjadi "batu penjuru" penerbitan Harian Kompas.

Namun demikian, desakan Soekarno tersebut belum membuahkan hasil maksimal. Akhirnya setelah kepemimpinan Partai Katolik jatuh ke tangan Frans Seda (putra Sikka, Flores) tahun 1961, Jenderal Achmad Yani pun mengungkapkan keinginannya kepada koleganya yang saat itu menjabat sebagai Menteri Perkebunan dalam Kabinet Soekarno (1963-1968) untuk menerbitkan surat kabar yang berimbang, kredibel, dan independen. Permintaan sang Jenderal cukup beralasan karena waktu itu koran-koran yang anti-Soekarno dan anti-PKI dibajak pemerintah.

Tanpa berpikir panjang Frans Seda pun mengiyakan permintaan itu. Sedang permintaan Achmad Yani itu juga persis terjadi ketika suhu politik Indonesia sedang memanas. Barangkali dapat kita bayangkan sepanas tensi politik jelang dan pasca Pilpres 2019 kemarin. Atau malah lebih panas dari saat ini.

Menuruti anjuran koleganya, Frans Seda pun mengatur siasat, karena dia sendiri bukan seorang wartawan, dengan mengajak kedua rekannya, yakni PK Ojong, seorang editor mingguan Star Weekly tahun 1950-an dan Jakoeb Oetama, editor pada mingguan Penabur milik Gereja Katolik (bdk. Blenzinky, 2010). PK Ojong dan Jakoeb Oetama sebelumnya telah bersama-sama mendirikan majalah bulanan Intisari pada tahun 1963.

Frans Seda.

Tetapi secara pribadi, Jacob Oetama dan beberapa pemuka agama Katolik seperti Mgr. Albertus Soegijapranata dan I.J. Kasimo tidak mau menerima begitu saja, karena mengingat konteks politik, ekonomi dan infrastruktur pada saat itu tidak cukup mendukung.

Meski begitu, tekad Partai Katolik menerbitkan surat kabar sudah final. Sebagai corong partai untuk mengimbangi kekuatan dan menekan polarisasi rakyat di akar rumput, PK Ojong dan Jakoeb Oetama ditugaskan membangun perusahaan, karena keduanya memiliki latar belakang yang memadai dalam visi tersebut. Mereka pun memberi nama "Bentara Rakyat" kepada koran tersebut, untuk merujuk kepada nama Yayasan Katolik tempat di mana mereka bernaung.

Nama ini sesuai dengan selera orang Flores karena waktu itu nama ini begitu populer di Flores. Tetapi ketika Frans Seda menginformasikan kepada Sokarno tentang nama surat kabar tersebut, sang Proklamator agaknya tidak setuju. Kemudian ia mengajukan nama baru, yaitu "Kompas" yang berarti "penunjuk arah" dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba. Nama baru itu akhirnya disetujui oleh tim redaksi dan yayasan.

Sayangnya, meski sudah mendapat restu dari "Putra Sang Fajar", meminjam istilah Daniel Dhakidae (2015), tapi surat kabar ini tidak kunjung terbit jua. Di mana lagi simpul yang membelitnya? Rupanya masih ada satu syarat yang harus dipenuhi, yakni izin dari Panglima Militer Jakarta yang pada saat itu dijabat oleh Letnan Kolonel (Letkol) Dachja. Menurut ketentuan markas militer Jakarta itu, jawaban izin operasi baru bisa keluar apabila syarat 5.000 tanda tangan pelanggan terpenuhi.

Ketentuan ini sangat memberatkan manajemen surat kabar yang baru mau muncul ini. Akhirnya, mereka pun meninggalkan ibukota dan pergi ke pulau Flores untuk mendapatkan tanda tangan tersebut, yang memang terkenal sebagai daerah dengan mayoritas penduduknya beragama Katolik.

Namun belum tahu, di mana persis tanda tangan pelanggan masyarakat Flores itu didapatkan. Yang pasti, karena peranan Frans Seda sangat strategis dalam keredaksian Kompas, tanda tangan itu mereka dapatkan dari masyarakat Sikka dan sekitarnya.

Setelah mengumpulkan 3.000 tanda tangan calon pelanggan sebagai syarat izin penerbitan, akhirnya Harian Kompas terbit pertama kali pada tanggal 28 Juni 1965 dengan motto "Amanat Hati Nurani Rakyat". Sebuah goresan peradaban pengetahuan telah dimulai, diletakkan dan berkibar. Kompas sebagai petunjuk arah ke masa depan Indonesia telah diarahkan dan berlayar nun jauh di bentangan lautan hingga menjelma menjadi salah satu surat kabar dan perusahaan media terbesar di Indonesia.

Terbitnya Harian Kompas ini tidak sedikit membangkitkan reaksi penentangan dari media massa Kiri dan banyak yang kemudian mengartikan bahwa Kompas sebagai "Komando Pastor", karena Kompas memang dilahirkan oleh orang-orang Katolik seperti PK Ojong, Jakob Oetama, J. Adisubrata, Lie Hwat Nio, Marcel Beding, dan Tan Soei Sing (Blenzinky, 2010).

Menurut Cornelius Antonius Maria de Jong (1990:354), walau berlatar belakang Katolik, koran ini tidak serta merta menaruh perhatian pada hal keagamaan. 

Karena yang terpenting dalam pendirian koran ini adalah usaha untuk mencapai harmoni, atau dalam apa yang disebut sebagai "trancendental humanisme", yaitu "wilayah kedaulatan Tuhan untuk menuntun manusia mencapai kemanusiaan yang sempurna".

Artinya, Kompas tidak berpihak pada kolom agama, tapi berusaha mewartakan kebenaran dan moralitas universal, yang dengan itulah Kompas bertahan di tengah pusaran badai negeri, dan menjelma sebagai media yang paling kredibel, akurat, adil dan berimbang.

Setelah mengalami metamorfosa seiring eskalasi ketegangan politik dalam negeri sejak peristiwa pembunuhan para Jenderal dalam tragedi 30 September (Gestapu), di mana Kompas dan seluruh media massa cetak lainya saat itu dilarang terbit dari awal Oktober 1965, Kompas pun akhirnya makin kokoh berdiri di atas kakinya sendiri.

Pada pertengahan tahun 1972, Kompas dan lima surat kabar ibukota lainnya melanggar "ranjau" dan lagi-lagi dilarang terbit selama dua minggu, kemudian bangkit lagi.

Bersamaan dengan lahirnya Undang-Undang Pokok Pers tahun 1982 dan diberlakukannya Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUUP), di mana semua penerbitan pers di Indonesia diwajibkan berbadan hukum, itu menjadi momentum kematangan Kompas dalam kiprahnya di dunia jurnalistik Indonesia.

Akhirnya, penerbitan Kompas segera dialihkan dari Yayasan Bentara Rakyat ke PT Kompas Media Nusantara. Dengan diberlakukannya SIUUP, Kompas berdiri berdasarkan SK Menpen No.013/SK/Menpen/SIUUP/A.7/1985 pada tanggal 10 November 1985.

Kompas kemudian  diterbitkan oleh PT Kompas Media Nusantara yang berada di bawah naungan Kelompok Kompas-Gramedia (KKG), sebuah kelompok yang membawahi lebih dari 38 perusahaan, baik perusahaan cetak, penerbitan, stasiun radio, supermarket, dan manufaktur, dll (Rachman, 2008).

Ketika Partai Katolik dileburkan ke dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI) tahun 1973, Kompas pun mencoba untuk menjadi surat kabar yang lebih independen dan mencoba melepaskan diri dari koridor agama, dengan tetap bersandar pada ideologi yang menjadi dasar kebijakan politiknya (Blenzinky, 2010).

Jakoeb Oetama.

Pada tahun 1980-an, kepemimpinan Kompas dipegang oleh Jakoeb Oetama yang membawa Kompas ke dalam era industri dengan strategi diversifikasi, inovasi, dan investasi sepanjang tahun 1980-an hingga saat ini.*

COMMENTS

Entri yang Diunggulkan

Memahami Retorika Post-Truth

SIANAKAREN.COM -- Kebangkitan populisme sayap kanan di sejumlah negara, antara lain di AS dan Eropa, muncul hampir bersamaan dengan era “po...

Nama

4 Wanita Pesta Miras,1,Ade Chaerunisa,1,Adonara,1,Advetorial,1,Ahmad Sahroni,1,Aktor Politik,7,Alex Longginus,2,Andreas Hugo Pareira,3,Anggota DPRD TTU,1,Ansar Rera,1,Ansy Jane,1,Ansy Lema,28,Ansy Lema for NTT,3,Apel Hari Pancasila Ende,1,Bandara Ende,1,Bandara Maumere,1,Bank NTT,1,Bapa Sindi,1,Bapa Suci,1,Bayi Menangis,1,Bela Negara,1,Bentrok Antar Gereja,1,Berita Flores,1,Bertrand Peto,1,Bertrand Pulang Kampung,1,Beta Cinta NTT,4,Betrand Peto,1,Bupati Sikka,1,Cafe Alung,1,Calon Gubernur NTT,6,Calon Gubernur PDIP,1,Car Free Night,1,Carlo Ancelotti,1,Catar Akpol Polda NTT,1,Dana Pensiun,1,Danau Kelimutu,1,Danau Tiga Warna,1,Degradasi Pancasila,1,Desa Fatunisuan,1,Doktor Filsafat dari Nagekeo,1,DPD Hanura NTT,1,DPO Kasu Vina,1,DPRD Nagekeo,2,Dr. Sylvester Kanisius Laku,1,El Asamau,1,Elektabilitas Ansy Lema,1,Elon Musk,1,Ende,3,Erupsi Gunung Lewotobi,2,Euro 2024,1,Film Vina,1,Flores,1,Flores NTT,1,Flores Timur,4,GABK,1,Gen Z,1,GPIB,1,Gubenur NTT,1,Gubernur NTT 2024,1,Gugat Cerai,1,Gunung Kelimutu,1,Gunung Lewotobi,2,Guru Remas Payudara,1,Gusti Brewon,1,Hari Lahir Pancasila,1,Hasil Pertandingan Spanyol vs Kroasia,1,Hendrik Fonataba,1,Hukrim,24,Hukum-Kriminal,11,Humaniora,166,Ikatan Dosen Katolik,1,IKDKI,1,Influencer NTT,1,Insight,15,Jadwal Kunjungan Paus Fransiskus,1,Jane Natalia,1,Jual Beli Tanah,1,Kadis Koperasi,1,Kaka Ansy,3,Kakek Sabono,1,Kasus Kriminal di NTT,1,Kata-Kata Elon Musk,1,Kata-Kata Inspiratif,2,Kejati NTT,2,Kekerasan Seksual di NTT,1,Keluarga Onsu,1,Kepsek di Rote Ndao,1,Kepsek di TTU,1,Keuskupan Labuan Bajo,1,Keuskupan Maumere,1,KKB,1,Komodo,1,Komuni Pertama,1,Kongres PMKRI,1,Kontroversi PMKRI,1,Korban Longsor,1,Kota Kupang,1,Kunjungan Paus ke Indonesia,1,Labuan Bajo,1,Ledakan Gas,1,Lemondial Business School,1,Liga Champions,1,Longsor di Ende,1,Longsor di Flores,1,Longsor di Nagekeo,1,Mafia Tanah,1,Mahasiswa Nagekeo,1,Malaysia,1,Mama Sindi,1,Maumere Viral,1,Max Regus,1,Media di NTT,1,Megawati,1,Megawati ke Ende,1,Melki Laka Lena,1,Mesum Dalam Mobil,1,Mgr Ewald Sedu,1,Milenial Sikka,1,MK,1,Model Bali,1,Nagekeo,1,Nasional,45,Nelayan NTT,1,Nenek Tenggelam,1,Nona Ambon,1,NTT,1,Pamulang,1,Panti Asuhan Naungan Kasih,1,Papua,1,Pariwisata,6,Paroki Nangahure,1,Pastor Paroki Kisol,1,Pater Budi Kleden SVD,1,Paulus Budi Kleden,2,Paus Fransiskus,3,Paus Fransiskus Tiba di Indonesia,1,Pegi alias Perong,2,Pegi Setiawan,2,Pekerja NTT di Malaysia,1,Pelaku Penikaman,1,Pemain Naturalisasi,1,Pemerkosaan di NTT,1,Pemerkosaan Guru,1,Penggerebekan,1,Pensiunan Bank NTT,1,perempuan dan anak ntt,1,Perempuan NTT,1,Pertanian NTT,1,Piala Liga Champios,1,Pilgub NTT,23,Pilkada NTT,1,Pj Bupati Nagekeo,2,PMI NTT,1,PMKRI,1,PMKRI Papua,1,Polda NTT,1,Politik,29,Polres Sikka,1,Polresta Kupang Kota,1,Pos Kupang,1,Profil Ansy Lema,1,Putra Nagekeo,1,Putusan MK Terbaru,1,Raimudus Nggajo,2,Raja UCL,1,Rasis NTT,1,Refafi Gah,1,Rekonsiliasi Kasus Pamulang,1,Relawan Bara Juang,1,Remi Konradus,1,Rista,1,Rista Korban Ledakan Gas,1,Romo Gusti,1,Romo Max Regus,1,Rote Ndao,1,Ruben Onsu,2,Sabono dan Nona Ambon,1,Safari Politik Ansy Lema,1,Sarwendah,2,Seleksi Akpol 2024,1,Seminari BSB Maumere,1,Sengketa Lahan,1,Shayne Pattyanama,1,Sikka,1,Sis Jane,1,Solar Panel Listrik,1,Spanyol vs Kroasia,1,Status Gunung Kelimutu,1,STF Driyarkara,1,Sumba,1,Sumba Tengah,1,Survei Ansy Lema,1,Survei Charta Politika,1,Survei Indikator Politik,1,Susana Florika Marianti Kandaimau,1,Suster Inosensi,1,Tanah Longsor,1,Tenaga Kerja NTT,1,Tersangka EP,1,Timor Express,1,TPNPM-OPM,1,TTU,2,Universalia,3,Untar,1,Uskup Agung Ende,3,Uskup Baru,3,Uskup Labuan Bajo,2,Uskup Maumere,1,Uskup Max Regus,1,Veronika Lake,1,Video Panas,1,Vina Cirebon,2,Viral NTT,1,Wanita Open BO,1,Yohanis Fransiskus Lema,10,
ltr
item
Si Anak Aren: Jasa Besar Orang Flores dalam Berdirinya KOMPAS
Jasa Besar Orang Flores dalam Berdirinya KOMPAS
Orang Flores memiliki kontribusi yang besar dalam pendirian KOMPAS pada tahun 1965. Selain peran Frans Seda, 5.000 tanda tangan masyarakat FLores membantu meloloskan akta pendirian perusahaan surat kabar terbesar Indonesia ini.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjKKtri5hLhvwDg37x2KhWywp0fDLzNw373VkpWgNbQ_ljcH01PzdjXrrSHWoheWKRyxcEWjrh38agG21gmxbIzgcxF1jsi7wEm_KIcEkX7-PDrkyeVgNUrMgzMBX9wqD198hq-OpmZuU/s640/Kompas1.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhjKKtri5hLhvwDg37x2KhWywp0fDLzNw373VkpWgNbQ_ljcH01PzdjXrrSHWoheWKRyxcEWjrh38agG21gmxbIzgcxF1jsi7wEm_KIcEkX7-PDrkyeVgNUrMgzMBX9wqD198hq-OpmZuU/s72-c/Kompas1.jpg
Si Anak Aren
https://www.sianakaren.com/2019/08/jasa-besar-orang-flores-dalam-berdirinya-kompas.html
https://www.sianakaren.com/
https://www.sianakaren.com/
https://www.sianakaren.com/2019/08/jasa-besar-orang-flores-dalam-berdirinya-kompas.html
true
135189290626829409
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy