--> Politik Perempuan di Tengah Ketertindasan Konstitusional | Si Anak Aren

Politik Perempuan di Tengah Ketertindasan Konstitusional

Problematika keterlibatan perempuan dalam perpolitikan di Indonesia mencakup tiga hal, yaitu: kurangnya minat perempuan terhadap politik; dominasi persepsi maskulinitas secara struktural kekuasaan, dan domestikasi peran sosial perempuan.

Ilustrasi basis konstitusional hak politik perempuan Indonesia. Kredit: psi.id

Berpolitik layaknya sebuah “seni”. Bila memang politik didefenisikan sebagai sebuah space untuk meraih kekuasaan, atau dengan kata lain, politik identik dengan kekuasaan, maka menjadi lumrah jika terminologi “seni” disematkan pada politik. Sebagai sebuah “seni” politik bertujuan untuk mencari dan mengkombinasi berbagai kemungkinan (potensi) untuk mengarahkan masyarakat kepada sebuah cita-cita dasar dari masyarakat itu sendiri (Budi Kelden, 2003).
Karena itu, segala cara dilakukan atau dikerahkan agar representasi politik selalu menarik. Itu tidak hanya pada batasan substansial politik, tapi juga menyentuh sepak terjang aktor politik. Ketepersonaan pemilih untuk menentukan pilihan dalam Pemilu/Pilkada, misalnya, ditentukan pula oleh sejauh mana daya tarik aktor-aktor politik “bermain”. Ini fakta, dan bukan rekayasa.
Benar apa yang dikatakan Hobbes, bahwa manusia-manusia dapat melakukan apa saja atas manusia lain demi memenuhi hasrat dan kepentingan primordialnya, dan ini mungkin menjadi hal yang sangat representatif dari aspirasi publik terhadap para aktor politik. Bilamana dipandang dari perspektif pengertian politik sebagai seni, maka dapatlah diaminkan kalau itu merupakan bagian dari sebuah “seni” berpolitik.
Tidak terbatas dari suatu ranah kehidupan sosial, politik mampu menjiwai segala aspek dan mempunyai batasan-batasan khusus, seperti yang diajukan oleh Lasswel (1972). Barangkali sangat representatif, bahwa politik adalah urusan siapa mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana (who gets what, when dan how).
Apa yang dikatakan Lasswel sedikit jelas dan relevan bahwa politik merupakan urusan seseorang (pemimpin) untuk mendapatkan apa yang ia inginkan, kapan ia memperoleh keinginannya dan bagaimana ia mengkalkulasikan keuntungan.
Cara kerja pragmatisme, utilitarianisme, dan produktivisme, adalah bentuk-bentuk maskulinitas realitas politik. Itu terjadi sejak dahulu kala, bahwa politik dibalut secara kental oleh unsur maskulinitas. Mengapa demikian? Karena karakter maskulinitas cenderung berpikir dan bertindak inovatif, kreatif, produktif, dan “menguasai”. Itulah mengapa politik itu identik dengan “kekuasaan”.
Sementara itu, karakter feminitas tidak pernah berkiblat. Itulah perbedaan sekaligus stereotipe klasik yang terus dibawa hingga kini: ada pembedaan tegas antara laki-laki dan perempuan. Bila perempuan tidak terlalu berpikir tentang apa, kapan, dan bagaimana menginvestasi politik, laki-laki justru lebih elegan mengolah sirkus politik lewat sebuah “drama” yang menakjubkan. Kelihatan mulia, luhur, dan halal, tapi nyatanya mereka “bermain cantik” di air keruh. Lantas, bagaimana nasib aspirasi (emansipasi) politik perempuan di Indonesia.
Terhitung sejak Pemilu 2004, 2009 dan 2014, dan kini 2019, ketika demokrasi politik sedikit berubah haluan dengan label “Reformasi“, keterlibatan figur perempuan menjadi sebuah kemendesakan (emergency). Pengaturan konstitusional hak politik perempuan mulai dipertimbangkan.
Dalam pasal 7 Undang–Undang No. 31 Tahun 2002, menegaskan betapa pentingnya hak rekrutmen dalam hal pengisian jabatan politik yang memperlihatkan kesetaraan gender. Memang istilah gender akhir-akhir ini diperdebatkan karena sangat tendensius; ia lebih mengarah kepada terminologi seksualitas ketimbang sosiologis.
Berdasarkan undang-undang tersebut sebenarnya setiap orang, tidak seperti praktik politik di polis Athena kuno, diberi kebebasan yang luas untuk memilih dan dipilih. Dengan kata lain, setiap warganegara punya hak untuk direkrut menjadi pejabat politik apapun bentuknya.
Itulah esensi demokrasi menurut David Beetham (1997): demokrasi menyangkut persamaan hak politik warganegara. Karena politik adalah sebuah pilihan, artinya tidak bersifat imperatif, maka seseorang yang terjun ke dunia politik otomatis sudah mafhum dengan urusan politik itu sendiri dan sudah siap mengambil segala resiko terhadap pilihannya.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Parpol dan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu pun menggarisbawahi satu poin penting mengenai keterlibatan perempuan dalam politik. Secara eksplisit disebutkan bahwa kouta keterwakilan perempuan adalah 30 persen, atau dengan kata lain, dalam sebuah parpol terdapat satu orang calon perempuan dari tiga calon laki-laki.
Hal itu kemudian berlanjut para soal kelayakan sebuah parpol untuk mengikuti Pemilu, di mana parpol-parpol wajib memiliki keterwakilan 30 persen perempuan.
Ironisnya, yang terjadi sejauh ini adalah politisi perempuan yang duduk di legislatif belum mencapai target kuota tersebut.
Fakta ini menafikan satu pertanyaan substansial: mengapa calon perempuan begitu sulit menembus tiket untuk duduk di kursi legislatif maupun jabatan politik tertentu? Apakah perempuan adalah orang-orang lemah, tak berkuasa, dan mesti kehilangan hak-hak dasarnya di tengah gencarnya perjuangan gender dan penyetaraan akses sosial? Bukankah produk undang-undang ini secara implisit telah mengkerdilkan ruang partisipasi perempuan dan mendiskreditkan peran perempuan sendiri?
Bahwa perempuan dalam hal apapun tidak pernah bisa menyamakan diri dengan laki-laki adala martabat kodrati. Namun demikian, perempuan tetap diberi kesempatan untuk berdiri di bilik bebas dan tidak terpenjara oleh kodrat domestifikasinya sendiri.
Data yang diperoleh dari KPU (Sindonews.com) menyebutkan bahwa total DPT Pemilu 2014 adalah 186.612.255 pemilih, yang terdiri dari 93.439.610 pemilih laki-laki, dan 93.172.645 pemilih perempuan. Lalu Pemilu 2019 tahun ini bertambah dengan jumlah pemilih 192.828.520 orang, dengan rincian 96.271.476 laki-laki dan 96.557.044 perempuan.
Sepintas data ini memperlihatkan dengan jernih bahwa pemilih perempuan dan laki-laki hampir seimbang, atau malah perempuan unggul sebesar 26.714.432 orang. Artinya, secara hak politik, perempuan memiliki porsi keterlibatan yang lebih dari laki-laki.
Namun jika menyelisik fakta diskriminasi hak politik kita saat ini, penulis menyimpulkan bahwa perempuan Indonesia telah diracuni oleh jiwa maskulinitas politik. Mengapa? Karena bisa saja kaum perempuan menyatukan suara untuk memilih calon-calon perempuan, jika mereka telah sadar dan memahami prinsip egaliter sebagaimana diperjuangkan selama ini.
Dengan demikian, pada Pemilu Legislatif 2019 kali ini, kuota keterwakilan perempuan mencapai target, atau lebih. Atau setidak-tidaknya menghasilkan politisi perempuan yang ‘benar-benar’ perempuan, dan bukan berjiwa maskulin.
Pandangan umum tentang lemahnya perempuan dalam dunia politik sebenarnya hal yang absurd, karena politik pada dasarnya merupakan pilihan hidup seseorang. Siapapun tidak memaksa atau mengintervensi pilihan seseorang. Entah sampai kapan keterlibatan perempuan dalam politik memenuhi kuota konstitusional, pemerintah sekalipun tidak bisa bersikap koersif terhadap warganya.
Karena itu, hemat penulis, problematika keterlibatan perempuan dalam perpolitikan di Indonesia mencakup tiga hal, yaitu: 1) kurangnya minat perempuan terhadap politik, 2) dominasi persepsi maskulinitas secara struktural kekuasaan, dan 3) domestikasi peran sosial perempuan.
Pertama, boleh jujur diakui bahwa pilihan perempuan terhadap politik sangatlah rendah/minim. Jika ditanya, apa cita-cita kalian para perempuan? Jawabannya pasti ingin jadi dokter, guru, perawat, pramugari, dst. Berbeda dengan laki-laki yang bila ditanya pasti menjawab akan menjadi politisi, bupati, tentara, polisi, arsitek, dst. Inilah wilayah problematika paling mendasar.
Kedua, tidak jarang struktur kekuasaan selalu identik dengan “kekerasan” yang menimbulkan rendahnya minat perempuan untuk “terjun” ke dalamnya. Dan ketiga, apapun pekerjaan perempuan pasti mereka tidak lupa akan tugas utamanya, yaitu menjadi “ibu” dalam keluarga. Dengan itu, ketika menjabat atau terlibat dalam aktivitas politik, ada kemungkinan besar untuk sekedar mengurus “rumah tangga” politik.
Perempuan tak selamanya dilabelkan sebagai kaum yang tidak dapat bergulat dalam bidang politik. Lantas, yang menjadi upaya dasar dari kita adalah perempuan “harus” mampu berada pada bidang pilitik itu sendiri, karena partisipasi politik adalah sikap yang mencakup segala hal yang mempunyai relevansi politik ataupun hanya mempengaruhi pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil keputusan.
Semakin banyak perempuan dalam proses pengambilan kebijakan, semakin baik dan adil kebijakan tersebut. Mengapa? Karena ada perimbangan antara kekuatan maskulinitas dan feminitas kebijakan politik. Contohnya, minimnya perempuan dalam pembuatan kebijakan politik, menyebabkan produk kebijakan yang bias gender dan timpang.
Atau dalam kasus pelecehan seksual karyawan BPJS yang mengemuka beberapa waktu lalu. Di hadapan produk kekuasaan, perempuan tidak punya daya tawat politik, sehingga persoalan-persoalan perempuan meski terus diperjuangkan di satu sisi, tapi tetap tumpul di area yang lain.
Karena itu, mendesak dan penting, bahwa perempuan mesti terlibat penuh di dalam desain pembuatan kebijakan politik, sehingga ada porsi keberimbangan perspektif, psikologis dan rasionalitas kebijakan politik.*

COMMENTS

Entri yang Diunggulkan

Misteri Kematian Diplomat Arya: HP Hilang hingga Hasil Rekam Medis

Diplomat Arya Daru Pangayunan. JAKARTA -- Diplomat muda Kementerian Luar Negeri Arya Daru Pangayunan (ADP) ditemukan tewas di kos dengan mot...

Nama

4 Wanita Pesta Miras,1,Ade Chaerunisa,1,Adonara,1,Advetorial,1,Ahmad Sahroni,1,Aktor Politik,7,Alex Longginus,2,Andreas Hugo Pareira,3,Anggota DPRD TTU,1,Ansar Rera,1,Ansy Jane,1,Ansy Lema,28,Ansy Lema for NTT,3,Apel Hari Pancasila Ende,1,Bandara Ende,1,Bandara Maumere,1,Bank NTT,1,Bapa Sindi,1,Bapa Suci,1,Bayi Menangis,1,Bela Negara,1,Bentrok Antar Gereja,1,Berita Flores,1,Bertrand Peto,1,Bertrand Pulang Kampung,1,Beta Cinta NTT,4,Betrand Peto,1,Bupati Sikka,1,Cafe Alung,1,Calon Gubernur NTT,6,Calon Gubernur PDIP,1,Car Free Night,1,Carlo Ancelotti,1,Catar Akpol Polda NTT,1,Dana Pensiun,1,Danau Kelimutu,1,Danau Tiga Warna,1,Degradasi Pancasila,1,Desa Fatunisuan,1,Doktor Filsafat dari Nagekeo,1,DPD Hanura NTT,1,DPO Kasu Vina,1,DPRD Nagekeo,2,Dr. Sylvester Kanisius Laku,1,El Asamau,1,Elektabilitas Ansy Lema,1,Elon Musk,1,Ende,3,Erupsi Gunung Lewotobi,2,Euro 2024,1,Film Vina,1,Flores,1,Flores NTT,1,Flores Timur,4,GABK,1,Gen Z,1,GPIB,1,Gubenur NTT,1,Gubernur NTT 2024,1,Gugat Cerai,1,Gunung Kelimutu,1,Gunung Lewotobi,2,Guru Remas Payudara,1,Gusti Brewon,1,Hari Lahir Pancasila,1,Hasil Pertandingan Spanyol vs Kroasia,1,Hendrik Fonataba,1,Hukrim,24,Hukum-Kriminal,9,Humaniora,163,Ikatan Dosen Katolik,1,IKDKI,1,Influencer NTT,1,Insight,15,Jadwal Kunjungan Paus Fransiskus,1,Jane Natalia,1,Jual Beli Tanah,1,Kadis Koperasi,1,Kaka Ansy,3,Kakek Sabono,1,Kasus Kriminal di NTT,1,Kata-Kata Elon Musk,1,Kata-Kata Inspiratif,2,Kejati NTT,2,Kekerasan Seksual di NTT,1,Keluarga Onsu,1,Kepsek di Rote Ndao,1,Kepsek di TTU,1,Keuskupan Labuan Bajo,1,Keuskupan Maumere,1,KKB,1,Komodo,1,Komuni Pertama,1,Kongres PMKRI,1,Kontroversi PMKRI,1,Korban Longsor,1,Kota Kupang,1,Kunjungan Paus ke Indonesia,1,Labuan Bajo,1,Ledakan Gas,1,Lemondial Business School,1,Liga Champions,1,Longsor di Ende,1,Longsor di Flores,1,Longsor di Nagekeo,1,Mafia Tanah,1,Mahasiswa Nagekeo,1,Malaysia,1,Mama Sindi,1,Maumere Viral,1,Max Regus,1,Media di NTT,1,Megawati,1,Megawati ke Ende,1,Melki Laka Lena,1,Mesum Dalam Mobil,1,Mgr Ewald Sedu,1,Milenial Sikka,1,MK,1,Model Bali,1,Nagekeo,1,Nasional,45,Nelayan NTT,1,Nenek Tenggelam,1,Nona Ambon,1,NTT,1,Pamulang,1,Panti Asuhan Naungan Kasih,1,Papua,1,Pariwisata,6,Paroki Nangahure,1,Pastor Paroki Kisol,1,Pater Budi Kleden SVD,1,Paulus Budi Kleden,2,Paus Fransiskus,3,Paus Fransiskus Tiba di Indonesia,1,Pegi alias Perong,2,Pegi Setiawan,2,Pekerja NTT di Malaysia,1,Pelaku Penikaman,1,Pemain Naturalisasi,1,Pemerkosaan di NTT,1,Pemerkosaan Guru,1,Penggerebekan,1,Pensiunan Bank NTT,1,perempuan dan anak ntt,1,Perempuan NTT,1,Pertanian NTT,1,Piala Liga Champios,1,Pilgub NTT,23,Pilkada NTT,1,Pj Bupati Nagekeo,2,PMI NTT,1,PMKRI,1,PMKRI Papua,1,Polda NTT,1,Politik,29,Polres Sikka,1,Polresta Kupang Kota,1,Pos Kupang,1,Profil Ansy Lema,1,Putra Nagekeo,1,Putusan MK Terbaru,1,Raimudus Nggajo,2,Raja UCL,1,Rasis NTT,1,Refafi Gah,1,Rekonsiliasi Kasus Pamulang,1,Relawan Bara Juang,1,Remi Konradus,1,Rista,1,Rista Korban Ledakan Gas,1,Romo Gusti,1,Romo Max Regus,1,Rote Ndao,1,Ruben Onsu,2,Sabono dan Nona Ambon,1,Safari Politik Ansy Lema,1,Sarwendah,2,Seleksi Akpol 2024,1,Seminari BSB Maumere,1,Sengketa Lahan,1,Shayne Pattyanama,1,Sikka,1,Sis Jane,1,Solar Panel Listrik,1,Spanyol vs Kroasia,1,Status Gunung Kelimutu,1,STF Driyarkara,1,Sumba,1,Sumba Tengah,1,Survei Ansy Lema,1,Survei Charta Politika,1,Survei Indikator Politik,1,Susana Florika Marianti Kandaimau,1,Suster Inosensi,1,Tanah Longsor,1,Tenaga Kerja NTT,1,Tersangka EP,1,Timor Express,1,TPNPM-OPM,1,TTU,2,Universalia,3,Untar,1,Uskup Agung Ende,3,Uskup Baru,3,Uskup Labuan Bajo,2,Uskup Maumere,1,Uskup Max Regus,1,Veronika Lake,1,Video Panas,1,Vina Cirebon,2,Viral NTT,1,Wanita Open BO,1,Yohanis Fransiskus Lema,10,
ltr
item
Si Anak Aren: Politik Perempuan di Tengah Ketertindasan Konstitusional
Politik Perempuan di Tengah Ketertindasan Konstitusional
Problematika keterlibatan perempuan dalam perpolitikan di Indonesia mencakup tiga hal, yaitu: kurangnya minat perempuan terhadap politik; dominasi persepsi maskulinitas secara struktural kekuasaan, dan domestikasi peran sosial perempuan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlqFhbJpQuRprmK9BYGGfIsWVgPk8mZeEzhK4CFigwmhTW844f5KoZLWXXvMaxLBqkckg5k4ySg1wG9kyi42iMRV2NahbP15abH5pCt4-tLEliWb35d5RHqloChRtXbB0uVDBxlyf01uU/s640/Politik+Perempuan.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlqFhbJpQuRprmK9BYGGfIsWVgPk8mZeEzhK4CFigwmhTW844f5KoZLWXXvMaxLBqkckg5k4ySg1wG9kyi42iMRV2NahbP15abH5pCt4-tLEliWb35d5RHqloChRtXbB0uVDBxlyf01uU/s72-c/Politik+Perempuan.jpg
Si Anak Aren
https://www.sianakaren.com/2019/06/politik-perempuan-di-tengah.html
https://www.sianakaren.com/
https://www.sianakaren.com/
https://www.sianakaren.com/2019/06/politik-perempuan-di-tengah.html
true
135189290626829409
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy