--> Pahlawan, Kiblat Kaum Muda dan Geliat Sastra NTT | Si Anak Aren

Pahlawan, Kiblat Kaum Muda dan Geliat Sastra NTT

Karya sastra NTT masih berkutat di lingkaran abu-abu; belum ada kekhasan yang mewakili budaya kita.

Ilustrasi karya seni. Kredit: Tribunnews.com
Ketika Lionel Messi mencetak gol ke gawang Edwin van der Sar pada final Liga Champion 2011 yang lalu, ribuan pasang mata pendukung Manchester United yang menyaksikan pertandingan itu, baik langsung yang di stadion maupun yang melalui layar kaca, sontak terdiam sambil menggeleng-gelengkan kepala tanda tak percaya.

Sedang kedudukan berimbang 1-1: Barca unggul lebih dahulu lewat sontekan cerdik Pedro Rodriguez (‘27) dan MU menyamakan kedudukan lewat striker andalannya, Wayne Rooney (‘34).
Di menit ke-54 tendangan kaki kiri sang “Messiah” tidak mampu diantisipasi sang kiper. Tepat di sudut kiri gawang – titik lemah van der Sar – Messi menyodorkan dengan amat cermat dan kedudukan berubah 3-1. Gelar “The Messiah” yang dikenakan padanya seimbang dengan “ke-pahlawannya” menghantar Barcelona merengkuh tropi juara Liga Champion tahun itu.
Ada sebuah cerita lain. Pada masa penjajahan di bumi Indonesia, tampillah orang-orang kuat sekelas Diponegoro, Kapitan Pattimura, Ngurah Rai, dll., yang membela tanah air dari serangan kolonialisme. Mereka kemudian mati berkucuran darah setelah menjadi “pahlawan” di daerahnya masing-masing.
Di slide yang lain ditayangkan pula cerita tentang kisah para “Pahlawan Revolusi” yang mati terbunuh akibat kekejaman yang didalang oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1 Oktober 1965. Mereka adalah korban kejahatan lawan, namun mereka dianggap “pahlawan” karena setia membela Pancasila.
Di lain pihak, kita mengenal adanya istilah “pahlawan” devisa. Siapa lagi kalau bukan para pekerja luar negeri (TKI/TKW). Mencari mencari sesuap nasi di negeri orang, namun beberapa persen dari penghasilan mereka disetor ke pemerintah sebagai sumber devisa.
“Pahlawan” jenis ini tidak mengorbankan nyawa, tetapi sebagai pekerja, mereka justru mengucurkan keringat seperti pekerja lainnya.
Lain lagi halnya dengan cerita Soeharto yang dinilai sebagai “pahlawan” Orde Baru karena telah mengangkat derajat manusia Indonesia melalui visi pembangunan yang terencana dan berhasil baik.
Padahal, di sisi lain, Soeharto sedang menggali “lubang hitam” yang memerosokan bangsa ke jaringan neoliberalisme. Ia juga menyisakan noda sejarah yang hingga kini masih akut diperbincangkan, yaitu utang luar negeri yang besar dan korupsi, sehingga banyak pihak menolak gelar ke-pahlawanannya.
Dari beberapa kategori “ke-pahlawan-an” tersebut di atas, kita tidak bisa mengafirmasikan kategori yang satu merupakan “pahlawan” yang sebenarnya daripada kategori yang lain. Kelimanya sama-sama menampakan diri sebagai “pahlawan” di masing-masing wilayah pengertian. Serentak, kategori-kategori tersebut, bahkan bisa lebih, mengeksplisitasikan satu pertanyaan penting: apa dan siapa itu “pahlawan”?
Sebagaimana dilansir dari sumber tersedia, kata “pahlawan” berasal dari kata bahasa Sanskerta: phala-wan, yang berarti ‘orang yang dari dirinya menghasilkan buah (phala) yang berkualitas bagi bangsa, negara, dan agama’. Mereka adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan berarti ‘orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani’. Pahlawan adalah seseorang yang berpahala yang perbuatannya berhasil bagi kepentingan orang banyak. Perbuatannya memiliki pengaruh terhadap tingkah laku orang lain, karena dinilai mulia dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat bangsa atau umat.
Sejarawan Anhar Gonggong (dilansir dari Merdeka.com) mengatakan gelar “pahlawan” tidak bisa diganggu gugat. Makanya harus dipahami dulu apa itu “pahlawan” dan “pemimpin”.
Menurutnya, pemimpin kemudian menjadi pahlawan adalah orang mampu melampaui dirinya. Kalau dia tidak mampu melampaui dirinya, dia tidak akan menjadi “pahlawan” dan tidak bisa menjadi “pemimpin”. Bahkan dengan melampaui dirinya, sampai menyerahkan nyawanya pada tindakan tertentu jika memang dianggap perlu.
Dari beberapa pengertian ini kiranya terbersit secercah kejernihan intelektualitas kita perihal pemahaman yang sejati apa dan siapa itu “pahlawan”. Bahwa “pahlawan” bukan saja mereka yang gagah berani menentang penindasan, mengucurkan darah, berprestasi, berhasil dalam kepemimpinan dan managerial, dsb., tetapi juga adalah mereka orang-orang kecil, kaum sederhana, orang miskin dan kaum pinggiran, namun kemudian memberi “sesuatu” untuk orang lain melalui karya, keutamaan dan teladan hidup.
Hemat saya, “pahlawan” sejati tidak mesti harus dilihat dari seberapa sumbangan ide, pemikiran, prestasi, ataupun keberanian tertentu. “Pahlawan” sejati adalah deretan orang-orang yang mau membaktikan hidupnya demi “sesuatu” yang “melampaui” dirinya; ia selalu merasa dirinya lebih sempurna jika hidupnya diabdikan bagi orang lain.
Seberapa besar pengabdiannya tidak mesti diukur dalam neraca manusiawi. Sebaliknya, yang dipakai adalah neraca ketulusan, totalitas, keutuhan dan integritas pribadi dalam mengaktualisasikan dirinya demi sesuatu yang lebih berharga dari dirinya. Sebagai akademisi muda, di manakah letak “kepahlawanan” kita?

Kiblat Kaum Muda

Tidak bisa dinafikan bahwa bangsa ini berdiri di atas pundak intelektualis muda. Sebut saja nama besar seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Moh. Yamin, Sutan Syahrir, dll. (Walaupun Soeharto bukan termasuk angkatan ’45, namun ia juga adalah pemimpin muda yang menakhodai bangsa ini selama 32 tahun).
Deretan nama para “founding fathers” ini adalah para pemimpin bangsa yang ketika memimpin usianya masih sangat relatif muda, yaitu sekitar 40-an tahun.
De facto, usia mereka tidak menentukan sama sekali aneka kebijakan dalam membangun bangsa ini. Dibekali oleh pendidikan yang memadai ala Belanda, mereka adalah pejuang dan pendongkrak kedaulatan tanah air Nusantara. Selama kurang lebih  50-an tahun hingga 1998, mereka bahkan menjadi tangguh, kuat dan bijaksana karena visi kemudaannya, walau di sisi lain “lubang” ketidakadilan menganga.
Fakta lain pun berbicara senada. Pada pertengahan tahun 1997-1998, ketika bangsa Indonesia mengalami goncangan ekonomi yang hebat (krisis moneter), muncul sekumpulan kaum muda, para akademisi dan intelektualis muda, mempertanyakan kebijakan ekonomi nasional. Hingga akhirnya mereka berhasil menggulingkan pemerintahan otoriter Soeharto dan segala kebijakan didaur ulang.
Wacana reformasi bergaung, tanda menyeruaknya iklim kebebasan multidimensi. Kita lihat, mereka yang berani bersuara di gedung-gedung pemerintah dan DPR kala itu adalah para akademisi muda. Nyawa menjadi taruhan; hidup mereka tak lagi dipikirkan. Mereka berjuang melawan “kejahatan”. Mereka adalah orang-orang kecil, sederhana, tak diperhitungkan, namun berani berjuang mengentas ketumpulan pemerintah yang diam dan membiarkan “kejahatan” berkelindan. Lantas, bagaimana dengan kita?
Sebagai intelektualis muda yang hidup di zaman di mana segala sesuatu menjadi “mungkin”, tuntutan mesti dikenakan lebih. Karena jika dulu orang menggali lubang menggunakan tofa maka sekarang kita telah dibantu oleh alat secanggih eskavator; dulu orang berkomunikasi jarak jauh dengan pengantaraan kuda, sekarang kita telah dibuai oleh teknologi digital, yang untuk berkomunikasi, jari-jari tinggal menekan tombol “telepon” dan seketika dunia seberang menjadi begitu dekat.
Kesejatian “kepahlawanan” kaum muda justru terletak pada seberapa besar kualitas pengabdian kita bagi yang lain: umat/masyarakat, negara dan bangsa. Apakah kita bisa menjadi “pahlawan” bagi sesama dan komunitas kita? Pertanyaan lain: Mengapa kita begitu lantang mengeritik “kejahatan” sistem, sedang kita sendiri sebagai intelektualis muda, mengorbankan kehidupan dan masa muda kita demi sebuah negativitas. Ironis.

Geliat Sastra

Tidak cukup generasi muda sekarang mengenang kepahlawanan para “tetua” dulu hanya dengan menulis kritikan konstruktif (makalah/opini) atau melakukan orasi politik. Apakah sepadan “darah” yang dikucurkan demi tanah air dibalas dengan tulisan dan pembicaraan semata?
Kita mesti melakukan apa yang melampaui kebiasaan. Untuk kita di NTT, jarang ada karya sastra yang menarasikan salah satu tokoh “pahlawan” wilayah kita, entah itu Marilonga, Nipa Do, Tea Iku, Motang Rua, dll.
Karya sastra kita masih berkutat di lingkaran abu-abu: belum ada kekhasan yang mewakili budaya kita. Memang akhir-akhir ini sastra NTT tengah bergeliat. Tetapi itu belum seberapa.
Hal ini terlihat dari tidak seberapa produk sastra yang muncul. Saya menawarkan satu langkah konkret yang bisa dibuat adalah dengan, tentu karena latar intelektual kita, mendokumentasikan narasi kepahlawanan kita dalam karya sastra: entah cerpen, puisi, novel, prosa, atau cerita rakyat, dengan gaya dan penyajian bahasa yang komprehensif serta penyelidikan fakta yang akurat. Sehingga sastra kita bukan sekedar karya fiksi, tetapi ditulis berdasarkan latar kehidupan budaya kita sendiri.
Dengan itu produk sastra kita bergerak dalam alur yang jelas dan khas.*

COMMENTS

Entri yang Diunggulkan

Misteri Kematian Diplomat Arya: HP Hilang hingga Hasil Rekam Medis

Diplomat Arya Daru Pangayunan. JAKARTA -- Diplomat muda Kementerian Luar Negeri Arya Daru Pangayunan (ADP) ditemukan tewas di kos dengan mot...

Nama

4 Wanita Pesta Miras,1,Ade Chaerunisa,1,Adonara,1,Advetorial,1,Ahmad Sahroni,1,Aktor Politik,7,Alex Longginus,2,Andreas Hugo Pareira,3,Anggota DPRD TTU,1,Ansar Rera,1,Ansy Jane,1,Ansy Lema,28,Ansy Lema for NTT,3,Apel Hari Pancasila Ende,1,Bandara Ende,1,Bandara Maumere,1,Bank NTT,1,Bapa Sindi,1,Bapa Suci,1,Bayi Menangis,1,Bela Negara,1,Bentrok Antar Gereja,1,Berita Flores,1,Bertrand Peto,1,Bertrand Pulang Kampung,1,Beta Cinta NTT,4,Betrand Peto,1,Bupati Sikka,1,Cafe Alung,1,Calon Gubernur NTT,6,Calon Gubernur PDIP,1,Car Free Night,1,Carlo Ancelotti,1,Catar Akpol Polda NTT,1,Dana Pensiun,1,Danau Kelimutu,1,Danau Tiga Warna,1,Degradasi Pancasila,1,Desa Fatunisuan,1,Doktor Filsafat dari Nagekeo,1,DPD Hanura NTT,1,DPO Kasu Vina,1,DPRD Nagekeo,2,Dr. Sylvester Kanisius Laku,1,El Asamau,1,Elektabilitas Ansy Lema,1,Elon Musk,1,Ende,3,Erupsi Gunung Lewotobi,2,Euro 2024,1,Film Vina,1,Flores,1,Flores NTT,1,Flores Timur,4,GABK,1,Gen Z,1,GPIB,1,Gubenur NTT,1,Gubernur NTT 2024,1,Gugat Cerai,1,Gunung Kelimutu,1,Gunung Lewotobi,2,Guru Remas Payudara,1,Gusti Brewon,1,Hari Lahir Pancasila,1,Hasil Pertandingan Spanyol vs Kroasia,1,Hendrik Fonataba,1,Hukrim,24,Hukum-Kriminal,9,Humaniora,163,Ikatan Dosen Katolik,1,IKDKI,1,Influencer NTT,1,Insight,15,Jadwal Kunjungan Paus Fransiskus,1,Jane Natalia,1,Jual Beli Tanah,1,Kadis Koperasi,1,Kaka Ansy,3,Kakek Sabono,1,Kasus Kriminal di NTT,1,Kata-Kata Elon Musk,1,Kata-Kata Inspiratif,2,Kejati NTT,2,Kekerasan Seksual di NTT,1,Keluarga Onsu,1,Kepsek di Rote Ndao,1,Kepsek di TTU,1,Keuskupan Labuan Bajo,1,Keuskupan Maumere,1,KKB,1,Komodo,1,Komuni Pertama,1,Kongres PMKRI,1,Kontroversi PMKRI,1,Korban Longsor,1,Kota Kupang,1,Kunjungan Paus ke Indonesia,1,Labuan Bajo,1,Ledakan Gas,1,Lemondial Business School,1,Liga Champions,1,Longsor di Ende,1,Longsor di Flores,1,Longsor di Nagekeo,1,Mafia Tanah,1,Mahasiswa Nagekeo,1,Malaysia,1,Mama Sindi,1,Maumere Viral,1,Max Regus,1,Media di NTT,1,Megawati,1,Megawati ke Ende,1,Melki Laka Lena,1,Mesum Dalam Mobil,1,Mgr Ewald Sedu,1,Milenial Sikka,1,MK,1,Model Bali,1,Nagekeo,1,Nasional,45,Nelayan NTT,1,Nenek Tenggelam,1,Nona Ambon,1,NTT,1,Pamulang,1,Panti Asuhan Naungan Kasih,1,Papua,1,Pariwisata,6,Paroki Nangahure,1,Pastor Paroki Kisol,1,Pater Budi Kleden SVD,1,Paulus Budi Kleden,2,Paus Fransiskus,3,Paus Fransiskus Tiba di Indonesia,1,Pegi alias Perong,2,Pegi Setiawan,2,Pekerja NTT di Malaysia,1,Pelaku Penikaman,1,Pemain Naturalisasi,1,Pemerkosaan di NTT,1,Pemerkosaan Guru,1,Penggerebekan,1,Pensiunan Bank NTT,1,perempuan dan anak ntt,1,Perempuan NTT,1,Pertanian NTT,1,Piala Liga Champios,1,Pilgub NTT,23,Pilkada NTT,1,Pj Bupati Nagekeo,2,PMI NTT,1,PMKRI,1,PMKRI Papua,1,Polda NTT,1,Politik,29,Polres Sikka,1,Polresta Kupang Kota,1,Pos Kupang,1,Profil Ansy Lema,1,Putra Nagekeo,1,Putusan MK Terbaru,1,Raimudus Nggajo,2,Raja UCL,1,Rasis NTT,1,Refafi Gah,1,Rekonsiliasi Kasus Pamulang,1,Relawan Bara Juang,1,Remi Konradus,1,Rista,1,Rista Korban Ledakan Gas,1,Romo Gusti,1,Romo Max Regus,1,Rote Ndao,1,Ruben Onsu,2,Sabono dan Nona Ambon,1,Safari Politik Ansy Lema,1,Sarwendah,2,Seleksi Akpol 2024,1,Seminari BSB Maumere,1,Sengketa Lahan,1,Shayne Pattyanama,1,Sikka,1,Sis Jane,1,Solar Panel Listrik,1,Spanyol vs Kroasia,1,Status Gunung Kelimutu,1,STF Driyarkara,1,Sumba,1,Sumba Tengah,1,Survei Ansy Lema,1,Survei Charta Politika,1,Survei Indikator Politik,1,Susana Florika Marianti Kandaimau,1,Suster Inosensi,1,Tanah Longsor,1,Tenaga Kerja NTT,1,Tersangka EP,1,Timor Express,1,TPNPM-OPM,1,TTU,2,Universalia,3,Untar,1,Uskup Agung Ende,3,Uskup Baru,3,Uskup Labuan Bajo,2,Uskup Maumere,1,Uskup Max Regus,1,Veronika Lake,1,Video Panas,1,Vina Cirebon,2,Viral NTT,1,Wanita Open BO,1,Yohanis Fransiskus Lema,10,
ltr
item
Si Anak Aren: Pahlawan, Kiblat Kaum Muda dan Geliat Sastra NTT
Pahlawan, Kiblat Kaum Muda dan Geliat Sastra NTT
Karya sastra NTT masih berkutat di lingkaran abu-abu; belum ada kekhasan yang mewakili budaya kita.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiI3pV715XJGdAfYD7GiAGI7Hny_aC-SElyr9Ob7hQ5KmbY38P10RyeSps2Iis_M1AT3tNIJKXqkJ2b21bb30NQY9Y-aK4bYJddD8AnfuTFF4BZbtvhLn9GNmTVPMSwNnEjnpNpcwKs6gU/s640/Sastra.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiI3pV715XJGdAfYD7GiAGI7Hny_aC-SElyr9Ob7hQ5KmbY38P10RyeSps2Iis_M1AT3tNIJKXqkJ2b21bb30NQY9Y-aK4bYJddD8AnfuTFF4BZbtvhLn9GNmTVPMSwNnEjnpNpcwKs6gU/s72-c/Sastra.jpg
Si Anak Aren
https://www.sianakaren.com/2019/06/pahlawan-kiblat-kaum-muda-dan-geliat.html
https://www.sianakaren.com/
https://www.sianakaren.com/
https://www.sianakaren.com/2019/06/pahlawan-kiblat-kaum-muda-dan-geliat.html
true
135189290626829409
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy