--> Investigasi Kecelakaan Lion Air, Benturan Kepentingan dan "Positioning" Media | Si Anak Aren

Investigasi Kecelakaan Lion Air, Benturan Kepentingan dan "Positioning" Media

Investigasi kecelakaan Lion Air oleh media-media Indonesia masih terbentur oleh keperingan.

Maskapai Lion Air.
Maskapai Lion Air.

Pengantar

Tahun 2018 layaknya bersahutan, duka menimpa Indonesia. Sejak hantaman gempa bumi dashyat di Lombok (NTB) dan Palu-Donggala (Sulteng), sebuah tragedi mengenaskan kembali menewaskan ratusan anak manusia. Maskapai Lion Air JT 610 dengan nomor registrasi PK-LQP mengalami persoalan teknis sebelum akhirnya jatuh di laut Karawang, Jawa Barat, dan menewakan 181 penumpang dan 8 awak maskapai pada Senin (29/10/2018).

Terakhir, 31 pekerja PT Istaka Karya tertembak di Nduga, Papua, plus 2 tentara. Sebelumnya juga dilaporkan ada 32 warga meninggal akibat eksploitasi tambang di Kalimantan Timur. Sungguh tahun yang memilukan. Pada penghujung tahun, tsunami menghantam perumahan warga di Banten dan Lampung. Ada 430-an rumah dan 8 hotel yang digasak terjangan laut. Penyisiran atau evakuasi korban telah dilakukan dan saat ini Kawasan Ekonomi Khusus di kawasan itu kembali berfungsi normal.

Mengenai kecelakaan Lion Air, informasi bertindihan karena tidak ada yang mengetahui persis penyebab tragedi tersebut. Proses investigasi terus dilakukan pihak berwajib dan juga para jurnalis. Manajemen maskapai didesak berbagai pihak untuk bertanggung jawab dan terbuka kepada publik terkait keakuratan data penerbangan dan kondisi maskapai. Berbagai pihak mengecam manajemen Lion Air yang tidak memperhatikan keselamatan penumpang dan lebih mementingkan keuntungan. Bahkan ada yang mendesak agar Lion Air diaudit dan dicabut izin penerbangannya.

Di Amerika Serikat (AS), sebuah firma hukum dan serikat pilot mengecam perusahaan Boeing Corp atas ketidaktersediaan mekanik otomatis pada Boeing Max 8 mengalami turbulensi atau stall. Awal bulan Desember ini, manajemen Lion Air melayangkan surat pemberhentian kontrak pembelian pesawat yang rencananya tahun depan akan dikirim. Pembentukan opini Boeing yang menyudutkan maskapai Lion Air menimbulkan ketegangan bisnis antara dua kepetingan ini.

Dalam penelitian ini, saya melakukan investigasi kejadian jatuhnya pesawat Lion Air dengan mendata dan menganalisa semua pemberitaan media terkait tragedi tersebut. Berdasarkan penelitian ini diharapkan fragmentasi kejadian disusun secara detail dan mendalam. Karena, kemendalaman analisis ini juga berangkat dari seberapa jauh media-media kita (Indonesia) melakukan proses investigasi terhadap kejadian besar seperti ini. Karena itu, penulis mendasarkan diri pada pemahaman yang benar tentang kajian invetigative reporting.

Pada hakekatnya, dalam kajian jurnalistik ada cara-cara tertentu yang dilakukan seorang wartawan untuk mendapatkan sebuah berita yang kemudian layak diterbitkan dan diketahui oleh masyarakat luas.

Namun pertanyaannya, bagaimana dengan informasi-informasi yang sengaja ditutup-tutupi atau bersifat rahasia? Para wartawan investigatif selalu berusaha mendapatkan informasi-informasi yang tidak terlihat secara langsung di permukaan untuk kemudian menghasilkan sebuah berita yang mengejutkan bahkan menghebohkan dan membuat publik memiliki ketertarikan yang cukup tinggi terhadap berita tersebut. Atau sekurang-kurangnya memberikan pandangan dan kesadaran baru bagi publik.

Reportase Investigasi

Investigative reporting pada dasarnya menduga ada indikasi kesalahan sistem atau pribadi tertentu yang berhubungan langsung dengan permasalahan orang banyak. Praktik laporan investigasi ini memakan waktu, kemampuan, usaha, bahkan biaya ekstra dalam prosesnya penggalian informasinya. Dalam konteks rahasia negara, pemberitaan investigasi dapat mengancam keutuhan dan kekuasaan pemerintahan. Meski demikian, kajian investigasi harus tetap memperhatikan batasan kode etik di negara mana ia hidup.

Jurnalisme investigasi tidak hanya sekedar meliput, mencatat jawaban 5W+1H, tetapi harus mencari data dan fakta yang lebih mendalam yang berhubungan dengan kasus yang sedang digelutinya. Mulai dari data dan fakta yang tampak di hadapan publik hingga data dan fakta yang belum terungkap di depan publik. Di situlah wartawan investigasi dikondisikan untuk memiliki pengetahuan yang memadai dari berbagai disiplin ilmu. Atau sekurang-kurangnya mempunyai sense terhadap konteks investigasi yang dilakukannya.

Lebih dari itu, jurnalisme investigasi mengumpulkan akumulasi materi faktual ke dalam gambaran pengisahan yang utuh. Banyak dari berbagai materi itu yang perlu diperjelas dengan mengurutkan kembali letaknya pada sebuah konteks, kemudian menunjukkan keterkaitannya, sebab dan akibatnya, serta konsekuensinya. Karya jurnalisme investigasi patut diapresiasi karena mereka bekerja pada jalur khusus yang penuh risiko.

Secara etimologis, investigative berasal dari bahasa Inggris yaitu “to investigate” yang bermakna menyelidiki atau mengusut. Dalam bahasa Indonesia investigasi berarti penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta, melakukan peninjauan, percobaan, dan lain sebagainya dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang sebuah peristiwa, sifat atau khasiat suatu zat dan lain sebagainya (Kamus, 2007:441).

Investigative juga mengakar pada kata bahasa Latin vestigum yang berarti jejak kaki. Sementara reporting berasal dari bahasa Latin reportare yang berarti membawa pulang dari tempat lain. Jadi, investigative reporting merupakan sebuah upaya untuk mendapatkan sebuah jejak atau informasi tertentu dan membawanya untuk  kemudian dipublikasikan kepada khalayak (Santana, 2009:7).

Investigative reporting pada dasarnya mempunyai tujuan utama untuk menyelidiki atau membongkar fakta-fakta yang tersembunyi. Fakta tersebut biasanya merupakan kesalahan-kesalahan orang atau sistem yang merugikan banyak orang (Alkatiri, 2018). Dalam prosesnya praktik ini biasanya dilakukan secara rahasia dan bahkan terkesan tidak etis karena reporter investigatif harus berurusan bahkan menentang pihak-pihak yang tidak ingin rahasia atau kasusnya terungkap. Konsekuensinya kerapkali menghasilkan suatu produk berita yang mengundang kontroversi dalam masyarakat.

Jurnalisme investigasi sebenarnya mempunyai jejak yang panjang dalam sejarah pers Amerika seiring dengan munculnya teori pers liberal. Para ahli komunikasi kemudian menetapkan pedoman jurnalisme investigasi bahkan melabelkan produk pers sebagai medium watchdog di dalam kehidupan masyarakat modern (liberal theory).

Menurut Rivers & Mathews sejarah investigasi bahkan muncul dari sebelum berdirinya Amerika. Pada 1690, Benyamin Harris menginvestigasi berbagai kejadian di masyarakat dan melaporkannya dalam Public Occurences, Both Foreign and Domestic. Laporan tersebut menyiratkan penentangan warga pribumi terhadap kebijakan kolonial Inggris. Jauh sebelumnya, jurnalisme investigasi amat dekat dengan pemberitaan crusading atau jihad. Pada tahap selanjutnya, ideologi jihad atau perjuangan mendapat bentuk yang lebih formal melalui penerbitan New England Courant pada 1721 yang diterbitkan oleh James Franklin (Andiani, 2014).

Terminologi investigasi sendiri baru muncul pertama kali dari Nellie Bly ketika menjadi reporter di Pittsburg Dispatch (1890). Bly melakukan investigasi dengan melakukan penyamaran sebagai buruh di sebuah pabrik untuk menyelidiki kehidupan buruh di bawah umur yang dipekerjakan dalam kondisi yang buruk. Keistimewaan laporan jurnalistik investigasi Bly terletak pada tuntutan penyelesaian jalan keluar terhadap problema sosial tersebut.

Melalui laporan investigasi, pers diposisikan sebagai pengganti pemerintah yang lemah dalam mengatur masyarakat. Pulitzer sebagai tokoh pers kala itu, menitikberatkan reportase investigasi pada dua aspek. Pertama, harus membawa pencerahan atau perubahan kepada masyarakat, dan kedua, memiliki nilai perlawanan dalam reportase yang dilakukan (Analisa, https://www.academia.edu/).

Berbeda dengan awal kemunculan jurnalisme investigasi yang kurang terorganisir, pada abad ke-20 sudah mulai terorganisir. Pada abad ini, jurnalisme investigasi sering disinonimkan dengan “jurnalisme crusading”, yang lebih berorientasi pada masalah muckraking. Karena dalam era muckraking, banyak terjadi sistem anti-sosial, kesenjangan di antara masyarakat, masalah politik dan bisnis. Saat itu, presiden Amerika Theodore Roosevelt memberikan sebutan “muckrakers” bagi para jurnalis yang meliput “kotoran” atau “muck”, karena dianggap melupakan sisi positif kehidupan Amerika (Prima, https://www.academia.edu/).

Setelah berlangsungnya era muckracking, pada tahun 1975 di Columbia berdiri sebuah organisasi bernama Invetigative Reporters and Editors Inc (IRE). Organisasi ini berfungsi sebagai wadah untuk berbagi bagi para jurnalis yang menggeluti bidang investigative reporting. Berdirinya organisasi ini menjadi tonggak dikenalnya istilah  investigative reporting di dunia jurnalistik sampai sekarang.

Pada dasarnya laporan investigatif hidup di negara ratio demokrasi tinggi, di mana kebebasan pers ditegakkan, Indonesia salah satunya. Mula-mula, yang disebut dengan pelopor lahirnya laporan investigatif di Indonesia adalah  harian Indonesia Raya. Surat kabar ini pernah mengusut sebuah peristiwa yang disebut “Hospital Committee” pada konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1950-an. Surat kabar ini dipimpin oleh Mochtar Lubis dan sangat gencar membongkar kasus-kasus korupsi.

Indonesia Raya juga pernah mengangkat peristiwa korupsi yang terjadi di Pertamina dan Badan Logistik pada tahun 1969 hingga 1972. Namun sayangnya, eksistensi koran ini tidak lama. Pemerintahan Soekarno pernah membredel harian ini pada tahun 1958, tetapi terbit lagi tahun 1968. Karena liputannya yang tajam, agaknya perspektif jurnalistik ini tidak akrab dengan sistem otoriter rezim Orde Baru. Akhirnya pada 1974 koran ini dibredel oleh Soeharto (Analisa, Ibid.).

Pada tahun 1990 majalah Tajuk menjadi sebuah surat kabar yang khusus menggunakan praktik laporan investigatif. Majalah Tempo pun demikian. Majalah mingguan ini memunculkan rubrik khusus investigasi pada tahun 1998. Sebelumnya, pada tahun 1994 Tempo sempat vakum  karena adanya tuntutan dari rezim Soeharto. Hingga saat ini, Tempo telah menjadi pioner atau role model bagi produk jurnalistik investigatif yang paling diminati. Banyak kasus terungkap, bahkan produk-produk jurnalistiknya telah memengaruhi arah kebijakan pemerintahan.

Sekilas tentang Lion Air

Sejarah pendirian maskapai Lion Air tidak pernah terlepas dari Rusdi Kirana, yang saat ini menjadi Duta Besar Indonesia untuk Malaysia. Sebelumnya, ia sempat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) periode 2014-2019. Namun sebelum terjun ke dunia politik di tahun 2014, Rusdi menjabat sebagai Presiden Direktur Lion Air (2000-2014), sekaligus CEO Lion Air (1999-2014).

Lion Air secara resmi berdiri tanggal 15 November 1999 berdasarkan Izin Usaha Angkutan Udara Berjadwal dari Direktorat Jendral Perhubungan Udara Nomor KEP/267/XI/1999. Pertama kali beroperasi pada tanggal 30 Juni 2000 dengan menerbangi rute Jakarta-Pontianak (hari jadi Lion Air). Sebenarnya, Lion Air Grup adalah sebentuk perusahaan fronting atau pengelola dana investor asing, sehingga hingga saat ini sahamnya belum go public karena masih 100% dipegang oleh Kirana bersaudara.

Pada mulanya, bisnis Lion Air dirintis dari keuntungan menjadi calo tiket di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Kariernya secara perlahan mulai naik. Pada tahun 1990, ia bersama kakaknya, Kusnan Kirana, memulai bisnis biro penjualan tiket bernama Lion Tour. Bisnis ini berkembang pesat. Pada tahun 2000, dengan modal 10 juta dolar AS Rusdi Kirana membuka bisnis penerbangan dengan nama Lion Air sekaligus penggagas biaya penerbangan murah dengan tagline-nya we make people fly.

Lion Air menorehkan sejarah dalam bisnis penerbangan. Pernah memesan 230 pesawat dari pabrikan Boeing senilai Rp195,2 triliun. Dunia pun kembali tercengang dengan pesanan 234 pesawat dari pabrikan Airbus senilai Rp230 triliun. Lion Air berambisi memiiliki memiliki 1.000 pesawat untuk menggerakkan bisnis penerbangannya. Dan kini Lion Air terhitung memiliki lebih dari 700 pesawat. Tidak hanya melayani jalur penerbangan di tanah air, Lion Air pun memberikan pelayanan jalur internasional, seperti Penang, Kuala Lumpur, Ho Chi Minh, dan Seoul.

Pada bulan November 2009, perusahaan mendatangkan armada terbesarnya Boeing 747-400 yang merupakan purna pakai dari maskapai Oasis Hong Kong Airlines yang bangkrut pada tahun 2008. Pada tahun berikutnya Lion Air menambah jumlah penerbangan ke Jeddah sebanyak lima kali seminggu yang dilayani oleh 2 armada Boeing 747-400. Saat ini jumlah karyawan Lion Air Group mencapai ± 23.000 orang.

Maskapai lain yang tergabung dalam Lion Air Group yaitu Wings Air, yang beroperasi pertama kali pada tanggal 21 April 2003, dan saat ini telah beroperasi melayani 71 rute penerbangan dengan mengoperasikan 59 armada yang seluruhnya merupakan pesawat ATR 72. Selain Lion Air dan Wings Air, maskapai nasional lainnya yang tergabung dalam Lion Air Group adalah Batik Air, yang merupakan penerbangan kelas premium dari Lion Air Group.

Batik Air pertama kali beroperasi pada tanggal 3 Mei 2013, saat ini beroperasi melayani 27 rute penerbangan di mana 26 rute merupakan rute penerbangan domestik dan 1 penerbangan internasional. Total armada Batik Air hingga saat ini sebanyak 33 unit dimana 20 unit merupakan pesawat Boeing 737 dan 13 unit pesawat Airbus A320.

Di samping tiga maskapai penerbangan nasional yang tergabung dalam Lion Air Group di atas, ada juga dua maskapai lainnya yang berbasis di luar negeri yaitu Malindo Air dan Thai Lion Air. Malindo Air adalah maskapai penerbangan yang tergabung dalam Lion Air Group yang berbasis di Malaysia. Malindo Air pertama kali beroperasi pada tanggal 22 Maret 2013 dan saat ini beroperasi dengan total 28 armada dimana 17 unit merupakan Boeing 737 dan 11 unit lainnya adalah ATR 72.

Selain Malindo Air, ada pula Thai Lion Air yang pertama kali beroperasi pada tanggal 4 Desember 2013 yang saat ini beroperasi dengan total armada sebanyak 18 unit yang seluruhnya menggunakan Boeing 737.

Selain kelima maskapai penerbangan tersebut, ada juga Lion Bizjet yang tergabung dalam Lion Air Group. Lion Bizjet merupakan maskapai penerbangan tidak berjadwal yang melayani penerbangan pesawat charter. Lion Bizjet beroperasi dengan 2 unit pesawat Hawker dan 1 unit Helicopter Airbus tipe EC135.

Pada tanggal 29 September 2015, salah satu anak usaha Lion Air Group yang berbasis di Thailand, Thai Lion Air menerima perhargaan tertinggi dari IATA (International Air Transport Association) berupa sertifikat IOSA (IATA Operational Safety Audit). Sertifikat IOSA ini merupakan penghargaan dari sisi keamanan operasional penerbangan. Keberhasilan Thai Lion Air mendapatkan sertifikasi IOSA tidak terlepas dari kerja keras seluruh karyawan disertai dan didukung dengan regulasi ketat dari pemerintah Thailand.

Pada tanggal 26 Januari 2016, seluruh maskapai Lion Air Group terdaftar dalam IOSA. Dan pada tanggal yang sama, 4 maskapai Lion Air Group (Lion Air, Batik Air, Wings Air, dan Malindo Air) mendapatkan sertifikat ISSA (IATA Standard Safety Assessment) yang merupakan standard keamanan penerbangan internasional. Sertifikat ISSA ini adalah acuan untuk mendapatkan sertifikat IOSA.

Pada tanggal 31 Juli 2015, Lion Air secara resmi hengkang dari INACA (Indonesia National Air Carriers Association) karena adanya ketidakcocokan dengan anggota yang lain. Meski demikian, pada tahun 2016, Lion Air masuk dalam daftar maskapai penerbangan bertarif rendah dengan layanan terbaik sedunia versi SkyTrax serta meraih dua penghargaan, yaitu Kabin Terbaik Kelas Murah dan Kursi Premium Terbaik Kelas Murah.

Ekspansi bisnis yang agresif dan inovatif membuat Lion Air Group kini telah memiliki sarana dan fasilitas yang lengkap guna menunjang bisnis penerbangannya seperti adanya pusat pelatihan, pendidikan, perkantoran, dan tempat tinggal bagi ground crew maupun flight crew, serta pusat perawatan dan pemeliharaan armada pesawat, yaitu Batam Aero Technic. Untuk terus memperluas jaringan usahanya, Lion Air Group pun membuka bisnis dalam pengiriman paket maupun dokumen (Lion Parcel) dan perhotelan yaitu Lion Hotel & Plaza yang berlokasi di Manado.

Proses Investigasi Lion Air JT 610

Proses investigasi terhadap kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 paling kurang memakan waktu satu bulan. Terakhir, pada akhir bulan November, tim investigasi Komisi Nasional Kecelakaan Transportai (KNKT) mengumumkan secara resmi (laporan awal) perihal sebab musabab yang pasti terkait rangkaian kronologis tragedi tersebut (https://tribunnews.com/28/11/2018). Tidak mudah bagi KNKT untuk memastikan kebenaran informasi kejadian yang terekam lewat kotak hitam.

Proses investigasi oleh KNKT telah dilakukan sejak awal pasca kejadian, namun karena berbagai kondisi yang tidak memungkinkan sehingga investigasi terus dilakukan hingga mendapatkan kesahihan keterangan utuh mengenai kronologi kejadian. Sementara itu, proses evakuasi kecelakaan sendiri memakan waktu lebih dari tiga minggu, yaitu sejak tanggal 29 Oktober (hari kejadian), sampai dengan tanggan 23 November 2018.

Data awal yang diketahui publik terkait jumlah penumpang adalah 189 orang, dengan rincian 178 penumpang dewasa, satu anak-anak dan dua bayi, berserta tiga pramugari yang sedang mengikuti pelatihan dan seorang teknisi serta seorang pilot dan co-pilot dan dua awak maskapai lainnya.

Kecelakaan itu dipastikan jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Senin, 29 Oktober 2018 sekitar pukul 06.33 WIB. Pesawat jenis Boeing 737 Max8 itu hilang kontak pada pukul 06.32 WIB, atau sekitar 12 menit setelah take off dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Penerbangan digawangi oleh Kapten Bhavye Suneja, pilot berusia 31 tahun asal India, dan didampingi kopilot Harvino dan lima awak kabin (https://liputan6.com/6-7/11/2018).

Proses investigasi pertama kali dilakukan oleh Tim SAR gabungan TNI dan polisi. Tim gabungan menemukan serpihan pesawat, barang dan tanda-tanda badan pesawat, tetapi masih banyak korban yang masih berada di dalam pesawat. Sebanyak 35 kapal, helikopter, ratusan personel hingga nelayan dikerahkan. Upaya untuk menemukan jejak keberadaan pesawat masih terus dilakukan. Dalam pencarian tersebut, nasib naas justru menimpa seorang prajurit Angkatan Laut yang meninggal karena kekurangan oksigen akibat kesalahan penyelaman.

Meski dihadang cuaca buruk, namun upaya investigasi tetap berjalan. Pada Kamis (1/11) black Bbx dari pesawat Lion Air JT 610 akhirnya ditemukan. Black Box tersebut ditemukan 500 meter dari lokasi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610. Komite Nasional Keselamatan Penerbangan (KNKT) kemudian mengunduh data catatan penerbangan atau flight data recorder (FDR) pesawat tersebut.

Badan SAR Nasional atau Basarnas kemudian memastikan operasi evakuasi Lion Air JT 610 dihentikan pada Rabu, 7 November 2018 setelah tujuh hari kerja sesuai standar prosedur operasi.

Sebab, secara kimiawi tubuh manusia akan pecah dan hancur pada rentang waktu lebih dari seminggu. Namun, sebagai otoritas Basarnas terus melanjutkan operasi pencarian karena masih banyak penumpang yang belum ditemukan. Pada Jumat (23/11) proses pencarian baru benar-benar dihentikan. Namun jenazah tersebut tidaklah utuh, yaitu hanya potongan anggota tubuh, karena hampir semuanya hancur.

Otoritas lalu memberikan jenazah-jenazah kepada keluarga korban setelah melakukan indentifikasi melalui DNA dan lainnya. Namun sekitar 64 jenazah yang tidak bisa teridentifikasi, sehingga berdampak pula terhadap penerimaan santunan dari pihak maskapai dan asuransi kecelakaan.

Proses verifikasi data pertama-tama dilakukan otoritas Kementrian Perhubungan dengan melakukan pemeriksaan khusus kelaikudaraan pesawat jenis Boeing 737 Max 8 pasca jatuhnya pesawat Lion Air. Hasilnya mengatakan bahwa dari semua pemeriksaan yang dilakukan, semua pesawat yang diperiksa dinyatakan laik terbang. Inspeksi rutin terhadap pesawat dilaksanakan sesuai dengan jadwal, komponen yang terpasang semuanya tidak ada yang melewati batas umur pakai.

Pemeriksaan lain yang dilakukan juga mencakup hal-hal seperti indikasi repetitive problems, pelaksanaan troubleshooting, kesesuaian antara prosedur dan implementasi pelaksanaan aspek kelaikudaraan dan juga kelengkapan peralatan (equipment) untuk melakukan troubleshooting pada pesawat Boeing 737 MAX8.

Selain itu, dokumen pendukung diperiksa, di antaranya schedule maintenance report yaitu pemeriksaan rutin, status dan pergantian komponen, unscheduled maintenance record yaitu laporan terkait perbaikan terhadap gangguan teknis selama penerbangan, dan deferred maintenance item status yaitu laporan pemeriksaan terhadap penundaan waktu perbaikan gangguan teknis pada pesawat udara.

Dalam pemeriksaan Boeing 737-8 Max milik Lion Air, tidak ditemukan gangguan teknis pada airspeed dan altimeter system selama 3 bulan terakhir serta semua waktu penundaan waktu perbaikan gangguan teknis pada pesawat udara (deferred maintenance items) masih dalam batasan waktu yang ditentukan sesuai prosedur Minimum Equipment List (MEL).

Di lain pihak, KNKT terus melakukan investigasi silang dengan berbagai pihak, terutama dari data-data yang terekam di black box. Akhirnya pada Rabu (28/11), KNKT memastikan validitas informasi setelah menganalisa dan mencermati pesan-pesan yang tercatat pada alat perekam otomatis pesawat, yaitu Flight Data Recorder (FDR).

Laporan tersebut didasarkan atas investigasi KNKT dalam kerjasama dengan pihak yang berkompeten seperti National Transportation Safety Board Amerika, Transport Safety Investigation Bureau (TSIB) Singapura, dan Australian Transport Safety Bureau (ATSB) (https://tirto.id/, https://www.suara.com/news/, http://www.tribunnews.com/section/).

KNKT memaparkan kronologi jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP melalui pembacaan sebagian data pada kotak hitam atau blackbox. Data  tersebut menyatakan bahwa pesawat mengalami stall atau kehilangan daya angkat sehingga terjatuh. Sebenarnya terdapat fitur Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS) dalam pesawat, yang berfungsi untuk mencegah hidup pesawat naik terlalu tinggi (angle of attack) dan mengalami stall. Ketika beban terlalu berat hampir pasti pilot tidak dapat lagi menaikkan pesawat, sehingga pesawat terjun langsung ke laut.

Dalam laporan awal investigasi KNKT disajikan data dari kotak hitam FDR yang menunjukkan bahwa sebelum jatuh hidung pesawat Lion Air JT610 turun secara otomatis hampir 24 kali dalam 11 menit. Pilot dan kopilot berulang kali berupaya untuk membawa pesawat naik kembali, sebelum akhirnya kehilangan kontrol. Pesawat kemudian menukik dengan kecepatan sekitar 700 kilometer per jam, sebelum akhirnya menghantam laut.

Dalam empat penerbangan sebelumnya, Lion Air telah mengalami kondisi serupa. Namun, sang pilot mematikan MCAS untuk menghindari konflik ketika hidung pesawat berusaha dinaikkan. Dari kejadian itu, pabrikan pesawat Boeing membuat petunjuk untuk seluruh operator penerbangan pesawat. Petunjuk itu merekomendasikan agar pilot mematikan MCAS ketika terjadi hal serupa.

Secara detail, KNKT mengatakan adanya dugaan kerusakan pada sensor Angle of Attack (AoA) yang menyebabkan pesawat itu kehilangan daya angkat hingga jatuh. Sensor AoA dipasang di bagian depan pesawat dan dekat dengan hidung pesawat serta diletakkan di bagian kanan dan kiri. Bahkan co-pilot sempat berkomunikasi dengan petugas pemandu penerbangan bahwa pesawat mengalami “flight control problem” dan bertanya mengenai ketinggian pesawat. Sensor sebelah kiri pesawat adalah yang paling rentan menyebabkan kehilangan daya pesawat.

 Sementara itu data FDR mencatat saat sirip pesawat dinaikkan maka trim Aircraft Nose Down (AND) otomatis aktif diikuti input pilot untuk melakukan trim Aircraft Nose Up (ANU), trim AND dihentikan saat sirip pesawat diturunkan. Kejadian tersebut terus menerus terjadi selama rekaman berlangsung dan FDR berhenti melakukan perekaman sekitar 12 menit dan 54 detik setelah pesawat lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta.

KNKT akan terus berkomunikasi dengan Boeing Corp selaku produsen pesawat terkait apakah memang ada alat otomatis yang dipasang di pesawat untuk menurunkan atau menaikkan hidung pesawat agar pesawat tidak kehilangan daya angkat. Karena laporan temuan itu masih merupakan laporan awal, yakni laporan yang didapat setelah 30 hari usai kejadian kecelakaan. Laporan selengkapnya akan dibuat setelah 6 bulan kemudian, yang diperkirakan akan dilaporkan secara lengkap dan final pada Agustus 2019.

Ketegangan Keluarga Korban, Lion Air dan Boeing Corp


Terhitung sejak November hingga awal Desember, kasus yang mendera Lion Air dan Boeing mendapat perhatian dunia, terutama Indonesia dan AS. Lion Air sebagai maskapai domestik yang bertanggung jawab atas kecelakaan Lion Air JT 610 merasa disudutkan oleh pihak Boeing karena opini yang berkembang menyebutkan kesalahan murni ada pada manajemen Lion Air. Pihak Lion Air membantah karena kesalahan tidak terjadi pada manajemen, tetapi pada mekanik pesawat buatan Boeing tersebut.

Pada 6 Desember lalu, pemilik Lion Air Rusdi Kirana berencana melayangkan surat pembatalan pembelian pesawat senilai US$ 22 miliar yang masih tersisa dari kuota pembelian Lion Air kepada Boeing (https://tribunnews-com.cdn.ampproject.org/6/12/2018). Dalam transaksi bisnis sebelumnya, Lion Air telah menandatangi kontrak pembelian pesawat, di mana sebanyak tujuh pesawat akan diterima tahun 2019, 24 lainnya di tahun 2020 dan 35 pesawat berikutnya pada 2021. Itu berarti, total pembatalan pembelian sebanyak 66 pesawat. Saat ini Boeing Corp telah mengirimkan 11 unit Boeing 737Max8, termasuk satu di antaranya mengalami tragedi.

Selain berhadapan dengan Lion Air, Boeing juga dikecam oleh beberapa firma hukum di AS, serikat pilot AS dan keluarga korban kecelakaan JT 610. Pada 14 november, keluarga korban melayangkan gugatan ke Boeing melalui firma hukum colson hicks dan Bartlett Chen LLC ke pengadilan Circuit Court of Cook County Illinois, AS (https://ekonomi.kompas.com/16/11/2018). Gugatan itu beralasan karena pada 7 November, Federal Aviation Administration (FAA) menerbitkan Emergency Airworthiness Directive (Petunjuk Layak Terbang Darurat) untuk pesawat Boeing 737 Max. Hasilnya, FAA menilai bahwa Boeing dalam kondisi tidak aman.

Selain itu, para ahli keamanan dan serikat pilot AS menyatakan bahwa The Boeing Company gagal memperingatkan klien dan pilot pesawat 737 Max 8 mengenai perubahan sistem kontrol penerbangan yang signifikan dan tidak menyampaikan instruksi yang benar dalam kendali manual sistem tersebut.

Gugatan hukum pun dilanjutkan oleh keluarga korban di Pengadilan Distrik Amerika Serikat atas nama keluarga penumpang. Salah satu pengacara penerbangan terkemuka di dunia, Floyd Wisner dari Wisner Law Firm yang berbasis di Chicago, mengajukan gugatan terhadap The Boeing Co., produsen pesawat Boeing 737 Max 8, dengan dugaan bahwa pesawat tersebut ‘tidak layak dan berbahaya”. Gugatan itu akan disidangkan pada 28 Januari 2019 (https://satuarah.com/13/12/2018; https://harnasnews-com.cdn.ampproject.org/13/12/2018).

Wisner Law Firm berpendapat bahwa pesawat tersebut memiliki fitur kontrol penerbangan yang, apabila mendeteksi adanya ‘high angle of attack’ yang tidak akurat, maka akan memerintahkan gerakan menukik tanpa adanya otorisasi dari kru ataupun atau memberikan pemberitahuan sebelumnya. Sensor tersebut mengalami kegagalan, terblokir atau terhalang, sehingga memberikan informasi yang tidak akurat kepada sistem kontrol penerbangan tentang adanya ‘angle of attack’ dalam pesawat tersebut. Sistem kontrol penerbangan telah gagal menyaring informasi yang tidak akurat, dan manual penerbangan sebelumnya tidak memberitahukan akan bahaya yang terjadi oleh kerusakan-kerusakan tersebut.

Selain firma hukum asing (AS), beberapa lembaga advokasi hukum domestik seperti Kongres Advokat Indonesia (KAI) juga menyayangkan ketegasan pemerintah dalam menangani kasus Lion Air. Ada kesan bahwa pemerintah tidak fair terhadap kinerja maskapai Lion Air. Pemerintah sebelumnya telah berencana melakukan audit khusus terhadap Lion Air, tetapi hasilnya tidak dipublikasikan. Karena itu, lembaga ini mendesak pemerintah memberikan sanksi dengan mencabut lisensi atau hukuman yang setimpal. Artinya, Lion Air tidak hanya membayar ganti rugi dan santunan korban, tetapi kinerja secara keseluruhan tetap menjadi sorotan.

Sementara pada 13 Desember keluarga korban melakukan aksi damai menuntut manajemen Lion Air mempercepat pemberian santunan atau hak ahli waris para korban (https://ekonomi.kompas.com/13/12/2018).

Sampai 2 Desember, baru sebanyak 6 keluarga yang menerima hak ahli waris mereka sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No 77 Thaun 2011. Itu berarti, masih ada 158 keluarga dari total 164 korban yang teridentifikasi. Lion Air juga membayar uang di luar santunan sebesar Rp 80 juta, dengan rincian uang tunggu Rp 5 juta, uang kedukaan Rp 25 juta dan uang ganti rugi Rp 50 juta. Jadi total pembayaran kepada keluarga korban adalah Rp 1,33 miliar.

Afiliasi Bisnis dan Politik

Salah satu kecenderungan atau yang kini menjadi trend budaya politik Indonesia saat ini adalah merangseknya beberapa orang kaya (konglomerat) ke dalam politik kekuasaan. Salah satu yang menjadi pokok pembahasan dalam kajian ini adalah pemilik maskapai Lion Air, Rusdi Kirana. Setelah sukses di kancah perekonomian, kini ia merambah ke jalur politik kekuasaan lewat pintu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada tahun 2014.

Menurut teori politik ekonomi, kesuksesan seseorang di dunia ekonomi, akan memudahkannya untuk meraih kekuasaan. Apalagi, kekuasaan saat ini identik dengan pertarungan kelas elite, atau sekurang-kurangnya dukungan dana menjadi faktor penting, di samping unsur-unsur lain.

Dengan kata lain, masuknya pemilik Lion Air ke lingkungan kekuasaan merepresentasikan adanya upaya untuk mengamankan aset-aset ekonomi, sekaligus meningkatkan posisi tawar politik di hadapan pemerintah dan masyarakat. Melalui perkawinan bisnis dan politik, sulit bagi pertumbuhan demokrasi yang sehat, apalagi didukung oleh kepentingan bisnis selalu dinomorsatukan dalam transaksi kebijakan publik.

Dalam investigasi terhadap manajemen Lion Air pasca tragedi mengenaskan beberapa bulan lalu, meniscayakan adanya konflik kepentingan antara manajemen itu sendiri dengan pemerintahan yang ada. Hal itu secara gamblang oleh media-media Indonesia dalam investigasinya. Di satu sisi, pelayanan maskapai penerbangan Lion Air telah membantu pertumbuhan ekonomi dan pelayanan kepada masyarakat ekonomi rendah, tetapi di sisi lain, faktor keselamatan tidak menjadi prioritas manajemen Lion Air, meski tercatat hampir mendekati 40-an kecelakaan yang dialami grup Lion Air sejak 2002.

Karena itu, sebagai pokok diskusi, peneliti melihat ada tendensi tekanan politik tertentu dalam pengungkapan fakta-fakta yang ada. Bahwa setelah melakukan pengecekan dan penyelidikan teknis, tidak ditemukan kesalahan pada seluruh maskapai Lion Air. Dan sampai saat ini, belum ada keterangan langsung dari manajemen, setelah melakukan verifikasi internal, kepada publik tentang kondisi dan sistem yang menyebabkan jatuhnya pesawat. Pun berkaitan dengan permasalahan teknis yang telah terjadi pada empat penerbangan sebelumnya.

Sejatinya, sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap korban kecelakaan, manajemen Lion Air pertama-tama, selain meminta maaf dan membayar santunan, tetapi juga membuka kran informasi agar publik mengetahui secara jelas kronologi dan prosedur permasalahan. Seperti yang terjadi, bagaimana informasi terkait investigasi audit internal Lion Air tidak dipublikasikan, baik oleh pemerintah ataupun oleh manajemen Lion Air sendiri. Diduga ada tekanan dan lobi politik yang diperankan pihak Lion Air terhadap pemerintah. Karena itu, kita membutuhkan media-media yang berani menginvestigasi langsung benang kusut ini.

Frame dan Positioning Media di Indonesia

Masih dalam topik investigasi, peneliti melihat belum ada media di Indonesia yang berani menginvestigasi secara mendalam mengenai penanganan kasus tersebut. Misalnya, terkait pembayaran santunan kepada keluarga korban, yang sampai saat ini belum ada kejelasannya. Karena itu, media-media perlu mendeteksi kesalahan sistem dan mungkin juga orang (manajemen Lion Air) dalam kasus ini. Maka benar apa yang dikatakan Daniel Dhakidae (1991) bahwa media Indonesia makmur secara ekonomi dan tumpul secara politik.

Sudah menjadi lumrah, bahwa kebanyakan media Indonesia membuat pemberitaan berdasarkan hasil konferensi pers, press release, wawancara, atau re-publikasi. Tidak banyak yang melakukan observasi dan investigasi dengan melakukan penyelidikan akurat dan komprehensif terkait malpraktik sebuah sistem atau perusahaan dan pribadi tertentu.

Dalam penelitian ini, peneliti melihat bahwa ada tendensi pembentukan opini positif oleh sekelompok media online besar terhadap kasus yang melibatkan Lion Air, pemerintah dan keluarga korban. Justru, pemberitaan-pemberitaan investigatif dilakukan oleh media-media kecil yang berada di daerah atau media baru.

Kompas.com adalah kanal online yang selalu menjadi rujukan dalam penelitian ini. Dan Kompas.com adalah salah media yang paling update mengikuti perkembangan atau isu terkait Lion Air.  Namun demikian, penelusuran media online Kompas Grup ini lebih menekankan sisi keberimbangan dengan tidak menyudutkan atau menonjolkan suatu pihak dalam pemberitaannya. Hal ini tentu berdasar pada ideologi atau falsafah yang dianut sejak pendiriannya. Tetapi, sebagai media terpercaya, Kompas.com sebetulnya dapat menyuarakan suara para korban untuk mendesak pemerintah menekan manajemen Lion Air mengingat kinerja buruk yang ditunjukkan selama beberapa tahun terakhir.

Karena itu, peneliti melihat, selain media seperti Kompas.com yang lebih menonjolkan aspek keadilan dan keberimbangan, media-media di Indonesia cenderung membentuk opini positif terkait pemberitaan yang menyangkut orang atau sistem yang berafiliasi dengan pemerintah. Sebaliknya, media-media kecil, yang dalam konteks tertentu tidak mendapat tempat di mata publik, lebih nyaring bersuara mendesak pemerintah mengusut dan memperjelas arah penentuan kebijakan terkait malpraktik sebuah sistem maskapai.

Hal yang baik ditunjukkan Tempo.co dan Tirto.id. Kedua kanal online ini adalah satu-satunya media online yang dipercayakan untuk memverifikasi data terutama berkaitan dengan data atau pemberitaan palsu atau bohong (hoaks). Dalam pemberitaannya, kedua media ini senantiasa memegang teguh perspektif jurnalistik yang berbasiskan data.

Lebih dari itu, kedua media ini adalah bentuk kajian jurnalisme investigatif yang paling terkenal saat ini. Tempo.co, sebagaimana pendirian Tempo pada umumnya, selalu menjadi terdepan dalam produk-produk jurnalisme invetigasi. Dalam pemberitaan tentang kasus Lion Air, para jurnalis Tempo.co dan Tirto.id cenderung kritis dan menyajikan data yang valid apabila pemerintah atau lembaga tertentu mengkonfirmasi pernyataan atau data yang keliru. Hal itu tampak dalam pemberitaan Tempo.co 15 Desember, ketika berhasil menujukkan kekeliruan pernyataan dan indikasi konspirasi antara pemerintah dan manajemen Lion Air.

Kasusnya adalah ketika Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengklarifikasi soal adanya larangan kepada keluarga korban untuk menggugat ke pihak Boeing. Kementrian berdalih jika yang melarang itu adalah pihak asuransi. Sementara sejak awal pihak asuransi sudah menyatakan siap membayar santunan, dan dalam Permenhub No 77 Tahun 2011 pasal 22 tidak tercantum pernyataan bahwa adanya larangan untuk menggugat agar keluarga mendapat santunan. Permainan atau trik cerdas pemerintah terkuak jika Tempo.co lebih dalam menyelidiki adanya konspirasi tersebut. Namun sayang, Tempo.co agaknya juga menjaga kinerja pemerintah dan tidak mengusut kekeliruan tersebut.

Kekuatan Ekonomi Menekan Politik Kebijakan

 Lambatnya sikap pemerintah dalam mengeksekusi kebijakan perihal kinerja buruk Lion Air juga sebenarnya bertautan dengan kekuatan ekonomi sekelompok pemilik saham di maskapai Lion Air itu sendiri. Dengan kata lain, seperti pada pokok diskusi pertama di atas, kekuatan ekonomi segelintir orang telah menekan dan memengaruhi desain kebijakan pemerintah. Fakta tidak terungkapnya laporan audit internal maskapai Lion Air mencerminkan secara gamblang arah politik pemerintah dalam menilai performa manajerial perusahaan yang 100 persen sahamnya itu dimiliki oleh Rusdi bersaudara.

Sejak terjun ke dunia politik pada tahun 2014 melalui pintu PKB, Rusdi Kirana mendapat tempat yang tinggi di hadapan pemerintah saat ini. Setelah digadang-gadang bakal menjadi Menteri Perhubungan, akhirnya Rusdi mendapat posisis strategis sebagai Duta Besar Indonesia untuk Malaysia. Sebelumnya, ia telah menjadi anggotan Wantimpres. Penunjukkan Rusdi pada jabatan tertinggi bukan tanpa alasan. Pada Pilpres 2014, sebagai partai pendukung Jokowi-JK, Rusdi memiliki andil, selain melambungkan nama PKB, tetapi juga mendulang suara mayoritas untuk Jokowi-JK.

Hal inilah yang menjadi dasar dari kelemahan pemerintah menekan manajemen Lion Air dalam kasus ini. Tidak seperti pemerintahan sebelumnya yang berani mencabut izin operasional Adam Air pasca tragedi nahas yang menewaskan ratusan warga pada tahun 2007.

Modal besar Rusdi Kirana yang telah disumbangkan kepada partai dan capres-cawapres yang didukungnya, telah membuat pemilik Lion Air ini melanggeng mulus ke istana. Modal itu tidak saja berupa ekonomi (uang), tetapi juga dapat berupa modal sosial dan modal politik. Maka ketika Rusdi bereaksi terhadap Boeing Corp karena opini yang cenderung menyudutkan, secara jelas terlihat gambaran kepanikan moral karena merasa bahwa Lion Air telah berkontribusi terhadap pembangunan dan pelayanan jasa transportasi domestik. Dalih ini yang selalu dipakai Lion Air terutama melalui slogannya “make people can fly”, yang merepresentasikan kekuatan ekonomi bisnis Lion Air terhadap investasi transportasi udara dalam negeri.

Pasca tragedi, Presiden Jokowi hanya mengucapkan belasungkawa. Namun setelahnya, belum ada pernyataan tegas dari pemerintah terkait benang kusut permasalahan yang rumit ini. Desakan dari keluarga korban yang menuntut pembayaran santunan secepatnya, tuntutan lembaga advokasi domestik dan asing yang mendesak pemerintah dan Lion Air bertanggun jawab, belum ditanggapi serius oleh pemerintah. Dalam investigasi awal, KNKT tidak menemukan adanya kesalahan teknis dalam maskapai Lion Air. Demikian halnya dalam laporan awal (satu bulan) setelah kejadian, KNKT tidak menyebut kesalahan sistem manajemen Lion Air, tetapi hanya menyebut kesalahan mekanik atau human error dalam kecelakaan tersebut.

Seturut logika, argumentasi dalam laporan tersebut tidak keliru karena KNKT telah menemukan fakta bahwa dalam empat penerbangan sebelumnya Lion Air JT 610 telah mengalami masalah. Premis lain yang mendukung, misalnya, ada kesaksian dari penumpang sebelumnya yang menyatakan gangguan pada pesawat. Sebagai lembaga negara (public) seyogyanya pemerintah memberi sanksi dengan memberikan moratorium kepada maskapai agar memberhentikan operasi penerbangan sementara hingga ada kejelasan dan keterbukaan dari pihak Lion Air, termasuk pembayaran dan kasus hukum yang menyertainya.

Pada pertengahan Desember lalu, keluarga korban menuntut (aksi damai) agar pembayaran santunan dipercepat. Dan hingga hari ini baru ada 6 keluarga yang menerima karena telah memenuhi syarat-syarat khusus. Demi kesehatan transaksi keuangan, syarat-syarat tersebut wajib dipenuhi, tetapi apakah keluarga korban lain yang tidak memenuhi syarat akan diabaikan manajemen Lion Air dan pemerintah. Pada dasarnya, transaksi dapat dilakukan lebih cepat mengingat santunan telah disiapkan oleh asuransi di mana Lion Air menjadi nasabahnya, yaitu PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (Tugu Insurance). Namun pihak asuransi justru melarang agar keluarga tidak menggugat Boeing demi percepatan transaksi santunan kepada ahli waris korban.

Campur tangan pemerintah terkait kasus ini tidaklah serius dan terbuka. Pemerintah cenderung kompromistis dengan perusahaan penyedia layanan, dan malah menimbulkan informasi yang berkelindan. Karena itu, berdasarkan premis-premis yang ada, maka dapat dikatakan bahwa kebijakan pemerintah dalam kasus ini sangat tidak fair dan terbuka; tidak seperti yang terjadi pada maskapai lain sebelumnya. Tekanan ekonomi bisnis telah memblokade jalur kebijakan politik pemerintah yang lebih terbuka, fair dan adil bagi kepentingan publik.

Tempo.co justru melakukan cross-check tentang larangan pihak asuransi yang salah kaprah dan tidak terkonfirmasi di dalam Permenhub No 77 Tahun 2011 (https://bisnis.tempo.co/15/12/2018). Dalam pasal 23 disebutkan bahwa keluarga atau ahli waris dapat melakukan penuntutan kepada pengangkut (penyedia layanan) ke pengadilan di dalam negeri atau melalui arbitrase internasional. Jadi sikap pemerintah yang mendukung pernyataan Lion Air dianggap keliru dan tendensius.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian pembahasan dan diskusi di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Pertama, proses investigasi terhadap kasus yang menimpa Lion Air belum selesai. Akhir bulan lalu, pihak KNKT baru saja merilis laporan awal dari rangkaian investigasi tim selama sebulan terakhir. Otoritas sendiri mengatakan bahwa fakta-fakta yang ada belum utuh dan lengkap karena harus melakukan konfirmasi data dengan pihak perusahaan pembuat pesawat (Boeing Corp) untuk mengetahui persoalan teknis dalam pesawat. Karena itu, kita masih menunggu konfirmasi jelas dari pihak KNKT.

Kedua, media-media di Indonesia perlu mengusut tuntas kasus tersebut dan terus melakukan pemantauan terhadap kinerja pemerintah, KNKT dan maskapai sendiri. Masih menjadi kelemahan tersendiri bagi media Indonesia karena persoalan-persoalan seperti ini kurang mendapatkan porsi yang “subur” untuk melakukan penyelidikan. Lain halnya dengan penyelidikan terhadap kasus-kasus korupsi, kasus hukum, pembunuhan, dan lain-lain. Sebagai tanggung jawab moral terhadap ratusan korban jiwa, sesungguhnya media-media Indonesia terpanggil untuk melakukan penyelidikan secara komprehensif dan mendalam, untuk melihat persoalan-persoalan tersembunyi yang mungkin dilakukan pihak manajemen maskapai, ataupun orang-orang yang berkaitan. Justru investigasi yang tajam dilakukan oleh media-media kecil karena media online besar cenderung bersikap politis dan positif dalam pemberitaannya.

Ketiga, sikap pemerintah Indonesia dalam menghadapi kasus ini masih lemah dan lamban. Ada indikasi pemerintah bersikap kompromistis dan kurang terbuka menyampaikan informasi kepada keluarga korban. Pemerintah juga kelihatan belum tegas dalam menekan manajemen Lion Air untuk mempercepat proses pembayaran santunan kepada keluarga korban.

Keempat, keluarga korban mesti terus mendesak pemerintah dan Lion Air untuk menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai pihak penyedia layanan transportasi udara yang telah menewaskan ratusan korban jiwa. Sebab hak-hak keluarga korban telah diatur dalam Permenhub No 77 Tahun 2011.

Saran

Ada beberapa saran yang perlu ditindaklanjuti, antara lain: Pertama, hak-hak keluarga korban harus terpenuhi oleh manajemen Lion Air melalui pembayaran santunan dan asuransi. Kedua, pemerintah diminta untuk tegas dalam membuat garis demarkasi antara politik dan bisnis. Artinya, kebijakan politik pemerintah tidak boleh dipengaruhi lebih besar oleh tekanan ekonomi segelintir konglomerat. Ketiga, keluarga korban berhak menempuh jalur hukum dengan melakukan arbitrase internasional demi terpenuhinya hak keselamatan para korban kepada perusahaan pembuat maskapai. Keempat, media-media di Indonesia perlu mengawasi terkonfirmasinya penjelasan yang lengkap dari pemerintah, KNKT dan Lion Air terkait masalah yang terjadi.*

Daftar Rujukan:

Alkatiri, Jufri, 2018. “Reportase dan Investigasi”, Materi Kuliah Pascasarjana Komunikasi, IISIP Jakarta.

Analisa, Ratna. “Invetigative Reporting”, https://www.academia.edu/, diakses pada 4 Desember 2018.

Andiani, Monita Sheilla, 2014. “Jurnalistik Investigasi”, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Ardianto, Elvinaro dkk., 2007. Komunikasi Massa. Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Prima, Dino. “Materi Jurnalistik Investigasi”, https://www.academia.edu/, diakses pada 4 Desember 2018.

Santana, Septiawan K., 2009. Jurnalisme Investigasi. Edisi Refisi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3 (cet. ke-4). Jakarta: Balai Pustaka.

COMMENTS

Entri yang Diunggulkan

Sukses Budidaya Maggot, Nasabah PNM Mekaar Raih Penghargaan Mata Lokal Award 2025

SIANAKAREN.COM -- Ema Suranta, nasabah PNM Mekaar meraih penghargaan pada ajang Mata Lokal Award 2025 untuk sub-kategori Local Ace in Organ...

Nama

4 Wanita Pesta Miras,1,Ade Chaerunisa,1,Adonara,1,Advetorial,1,Ahmad Sahroni,1,Aktor Politik,7,Alex Longginus,2,Andreas Hugo Pareira,3,Anggota DPRD TTU,1,Ansar Rera,1,Ansy Jane,1,Ansy Lema,28,Ansy Lema for NTT,3,Apel Hari Pancasila Ende,1,Bandara Ende,1,Bandara Maumere,1,Bank NTT,1,Bapa Sindi,1,Bapa Suci,1,Bayi Menangis,1,Bela Negara,1,Bentrok Antar Gereja,1,Berita Flores,1,Bertrand Peto,1,Bertrand Pulang Kampung,1,Beta Cinta NTT,4,Betrand Peto,1,Bupati Sikka,1,Cafe Alung,1,Calon Gubernur NTT,6,Calon Gubernur PDIP,1,Car Free Night,1,Carlo Ancelotti,1,Catar Akpol Polda NTT,1,Dana Pensiun,1,Danau Kelimutu,1,Danau Tiga Warna,1,Degradasi Pancasila,1,Desa Fatunisuan,1,Doktor Filsafat dari Nagekeo,1,DPD Hanura NTT,1,DPO Kasu Vina,1,DPRD Nagekeo,2,Dr. Sylvester Kanisius Laku,1,El Asamau,1,Elektabilitas Ansy Lema,1,Elon Musk,1,Ende,3,Erupsi Gunung Lewotobi,2,Euro 2024,1,Film Vina,1,Flores,1,Flores NTT,1,Flores Timur,4,GABK,1,Gen Z,1,GPIB,1,Gubenur NTT,1,Gubernur NTT 2024,1,Gugat Cerai,1,Gunung Kelimutu,1,Gunung Lewotobi,2,Guru Remas Payudara,1,Gusti Brewon,1,Hari Lahir Pancasila,1,Hasil Pertandingan Spanyol vs Kroasia,1,Hendrik Fonataba,1,Hukrim,24,Hukum-Kriminal,9,Humaniora,161,Ikatan Dosen Katolik,1,IKDKI,1,Influencer NTT,1,Insight,15,Jadwal Kunjungan Paus Fransiskus,1,Jane Natalia,1,Jual Beli Tanah,1,Kadis Koperasi,1,Kaka Ansy,3,Kakek Sabono,1,Kasus Kriminal di NTT,1,Kata-Kata Elon Musk,1,Kata-Kata Inspiratif,2,Kejati NTT,2,Kekerasan Seksual di NTT,1,Keluarga Onsu,1,Kepsek di Rote Ndao,1,Kepsek di TTU,1,Keuskupan Labuan Bajo,1,Keuskupan Maumere,1,KKB,1,Komodo,1,Komuni Pertama,1,Kongres PMKRI,1,Kontroversi PMKRI,1,Korban Longsor,1,Kota Kupang,1,Kunjungan Paus ke Indonesia,1,Labuan Bajo,1,Ledakan Gas,1,Lemondial Business School,1,Liga Champions,1,Longsor di Ende,1,Longsor di Flores,1,Longsor di Nagekeo,1,Mafia Tanah,1,Mahasiswa Nagekeo,1,Malaysia,1,Mama Sindi,1,Maumere Viral,1,Max Regus,1,Media di NTT,1,Megawati,1,Megawati ke Ende,1,Melki Laka Lena,1,Mesum Dalam Mobil,1,Mgr Ewald Sedu,1,Milenial Sikka,1,MK,1,Model Bali,1,Nagekeo,1,Nasional,45,Nelayan NTT,1,Nenek Tenggelam,1,Nona Ambon,1,NTT,1,Pamulang,1,Panti Asuhan Naungan Kasih,1,Papua,1,Pariwisata,6,Paroki Nangahure,1,Pastor Paroki Kisol,1,Pater Budi Kleden SVD,1,Paulus Budi Kleden,2,Paus Fransiskus,3,Paus Fransiskus Tiba di Indonesia,1,Pegi alias Perong,2,Pegi Setiawan,2,Pekerja NTT di Malaysia,1,Pelaku Penikaman,1,Pemain Naturalisasi,1,Pemerkosaan di NTT,1,Pemerkosaan Guru,1,Penggerebekan,1,Pensiunan Bank NTT,1,perempuan dan anak ntt,1,Perempuan NTT,1,Pertanian NTT,1,Piala Liga Champios,1,Pilgub NTT,23,Pilkada NTT,1,Pj Bupati Nagekeo,2,PMI NTT,1,PMKRI,1,PMKRI Papua,1,Polda NTT,1,Politik,29,Polres Sikka,1,Polresta Kupang Kota,1,Pos Kupang,1,Profil Ansy Lema,1,Putra Nagekeo,1,Putusan MK Terbaru,1,Raimudus Nggajo,2,Raja UCL,1,Rasis NTT,1,Refafi Gah,1,Rekonsiliasi Kasus Pamulang,1,Relawan Bara Juang,1,Remi Konradus,1,Rista,1,Rista Korban Ledakan Gas,1,Romo Gusti,1,Romo Max Regus,1,Rote Ndao,1,Ruben Onsu,2,Sabono dan Nona Ambon,1,Safari Politik Ansy Lema,1,Sarwendah,2,Seleksi Akpol 2024,1,Seminari BSB Maumere,1,Sengketa Lahan,1,Shayne Pattyanama,1,Sikka,1,Sis Jane,1,Solar Panel Listrik,1,Spanyol vs Kroasia,1,Status Gunung Kelimutu,1,STF Driyarkara,1,Sumba,1,Sumba Tengah,1,Survei Ansy Lema,1,Survei Charta Politika,1,Survei Indikator Politik,1,Susana Florika Marianti Kandaimau,1,Suster Inosensi,1,Tanah Longsor,1,Tenaga Kerja NTT,1,Tersangka EP,1,Timor Express,1,TPNPM-OPM,1,TTU,2,Universalia,3,Untar,1,Uskup Agung Ende,3,Uskup Baru,3,Uskup Labuan Bajo,2,Uskup Maumere,1,Uskup Max Regus,1,Veronika Lake,1,Video Panas,1,Vina Cirebon,2,Viral NTT,1,Wanita Open BO,1,Yohanis Fransiskus Lema,10,
ltr
item
Si Anak Aren: Investigasi Kecelakaan Lion Air, Benturan Kepentingan dan "Positioning" Media
Investigasi Kecelakaan Lion Air, Benturan Kepentingan dan "Positioning" Media
Investigasi kecelakaan Lion Air oleh media-media Indonesia masih terbentur oleh keperingan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJqHNsWFjVAJJdWC1i_7s6AHaRYoy8x4jJdq4Z9rOFTL2CesgDzRO6tzVcXebFWc5AUZOEuheuzaPY8IikMSn4xNqFBUQZjfnW7RxGwWQ-VFtr1p1Z8dptlrSEpJvQ2zuVSY0CNMhx0-8/s640/682525_720.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJqHNsWFjVAJJdWC1i_7s6AHaRYoy8x4jJdq4Z9rOFTL2CesgDzRO6tzVcXebFWc5AUZOEuheuzaPY8IikMSn4xNqFBUQZjfnW7RxGwWQ-VFtr1p1Z8dptlrSEpJvQ2zuVSY0CNMhx0-8/s72-c/682525_720.jpg
Si Anak Aren
https://www.sianakaren.com/2019/06/investigasi-kecelakaan-lion-air-jt-610.html
https://www.sianakaren.com/
https://www.sianakaren.com/
https://www.sianakaren.com/2019/06/investigasi-kecelakaan-lion-air-jt-610.html
true
135189290626829409
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy